Tiga Resor di Gunung Kidul Diduga Langgar Kawasan Karst
Penulis : Aryo Bhawono
Ekosistem
Sabtu, 20 Januari 2024
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Tiga resor wisata di Gunung Kidul, Yogyakarta, diduga melanggar pola ruang dan kawasan bentang alam karst (KBAK). Walhi Yogyakarta menduga pelanggaran ini melibatkan pemerintah Kabupaten Gunung Kidul.
Tiga resort tersebut adalah Drini Park, Stone Valley by HEHA, dan Beach Club Bekizart.
Olah data yang dilakukan oleh Walhi Yogyakarta menunjukkan Drini Park masuk dalam zona pariwisata, tetapi kawasan tersebut merupakan kawasan KBAK Gunungsewu. RTRW Yogyakarta tahun 2019 menyebutkan kawasan tersebut merupakan kawasan perlindungan air tanah. Peraturan tersebut mengatur tentang kegiatan yang tidak diperbolehkan di kawasan perlindungan air tanah atau kegiatan baru yang berpotensi merusak kawasan bentang alam karst.
Selain itu pembangunan Drini Park juga menyalahi Perda DIY No.10 tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tahun 2023-2043, karena kawasan tersebut masuk dalam kawasan bentang alam karst.
Stone Valley by HEHA juga menyalahi hal serupa. Wilayah tersebut pada peta RTRW DIY tahun 2019 masuk dalam kawasan perlindungan air tanah. Pada RTRW DIY tahun 2023, HEHA masuk dalam kawasan pertanian yang seharusnya tidak sesuai peruntukannya.
Sedangkan Resor Beach Club Bekizart masuk wilayah Tanjungsari yang merupakan KBAK dan dapat mengancam fungsi karst. Pada kawasan tersebut kegiatan pembangunan dibatasi hanya ekowisata, agrowista, dan wisata edukasi tanpa merusak fungsi lahan dan mengubah dominasi kawasan pertanian.
Ketua Divisi Kampanye dan Divisi Walhi Yogyakarta, Eiki Etiyo Hadi, mengungkapkan keberadaan tiga resor wisata itu terindikasi melanggar Pasal 83 RTRW DIY tahun 2023 yang mengatur indikasi arahan zonasi untuk kawasan lindung geologi.
Arahan zonasi yang dimaksud diatur dalam Pasal 78 ayat 2 huruf e RTRW DIY 2023 mengenai kawasan perlindungan air tanah.
“Dalam pasal 83 huruf c, terdapat kegiatan yang tidak diperbolehkan seperti, kegiatan yang menyebabkan perubahan bentang alam pada ekosistem karst. Dan kegiatan yang berpotensi mengganggu fungsi imbuhan air tanah dan fungsi lindung geologi,” ujarnya melalui pernyataan pers pada Senin (15/1/2024).
Ia menyebutkan kehadiran tiga resort yang menyalahi aturan itu diduga karena masuknya investasi di Gunung Kidul, tidak dibarengi dengan kesadaran Pemkab Gunung Kidul untuk memperhitungkan kajian lingkungan dan pola ruang yang sesuai dengan peraturan.
Karst Gunungsewu masuk sebagai kawasan lindung geologi, sekaligus kawasan strategis kesultanan. RTRW DIY telah mengatur kawasan-kawasan yang seharusnya menjadi peruntukan pariwisata.
Pasal 54 ayat 1 RTRW DIY 2023 menyebutkan pembangunan kawasan Karst Gunungsewu seharusnya untuk mewujudkan pelestarian alam dan budaya melalui pengembangan pariwisata berkelanjutan dan penataan ruang berbasis mitigasi bencana.
“Pada praktiknya Pemkab Gunung Kidul justru tidak melibatkan warga dalam mengembangkan pariwisata di Gunung Kidul. Pemkab Gunung Kidul juga tidak mengindahkan arah pengembangan pariwisata berkelanjutan dan penataan ruang berbasis mitigasi bencana,” jelasnya.
Eiki khawatir pembangunan resor di kawasan pertanian dapat mengganggu kestabilan pangan warga sekitar. Selain itu, wilayah Gunung Kidul sebagai kawasan karst Gunungsewu menyimpan berbagai fungsi penting, seperti adanya mata air dan sungai bawah tanah. Pembangunan industri pariwisata tentu saja harus mengorbankan fungsi alamiah karst karena harus memotong karst.
Ia pun menekankan pemerintah untuk meninjau ulang dan menindaklanjuti dugaan pelanggaran pembangunan industri pariwisata di Gunung Kidul berdasarkan RTRW DIY.
“Pemerintah seharusnya membangun pariwisata berbasis partisipasi warga dan melakukan pengendalian investasi di bidang pariwisata,” ucap dia.