Gakkum KLHK Nyatakan akan Segera Eksekusi PT JJP

Penulis : Gilang Helindro

Hukum

Jumat, 19 Januari 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Ditjen Gakkum) KLHK menyatakan sedang melakukan langkah eksekusi agar PT Jatim Jaya Perkasa (PT JJP) mememenuhi kewajibannya sesuai isi Putusan Pengadilan.

PT Jatim Jaya Perkasa merupakan perusahaan perkebunan sawit berlokasi di Rokan Hilir, Riau, yang terbukti bersalah dalam kasus kebakaran hutan dan lahan pada 2013 silam. Kasusnya mencuat lagi setelah perusahaan ini kembali menggugat Bambang Hero Saharjo, Guru Besar Kehutanan, Institut Pertanian Bogor (IPB), yang pernah menjadi saksi ahli dalam kasusnya. Gugatan serupa yang pernah dilayangkan pada 2018 itu kembali diajukan ke Pengadilan Negeri Cibinong Kelas I A. Kali ini, gugatan dari perusahaan sawit ini tidak lagi menyoal metode pengambilan sampel bekas kebakaran hutan dan lahan serta akreditasi laboratorium yang dipakai untuk menganalisis hasilnya tetapi soal perbedaan luas lahan terbakar yang terungkap dalam beberapa pengadilan.

Perkara pidana lingkungan hidup PT JJP ini mulai dibawa ke persidangan 2015, dengan menjerat Asisten Kepala Kosman Vitoni Immanuel Siboro.

Dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Rokan Hilir, selain menghukum Kosman, PN Rokan Hilir juga menghukum PT JJP pidana denda Rp 1 miliar. Perusahaan diwakili Direktur Halim Gozali, saat itu mengajukan peninjauan kembali putusan ini. 

KLHK segera tuntaskan eksekusi putusan perdata karhutla PT Jatim Jaya Perkasa

PT JJP lalu mengajukan upaya banding di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta atas Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara nomor 108/Pdt.G/2015/PNJkt. Pada 10 Maret 2017, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memutus perkara nomor 727/PDT/2016/PT/PT.DKI. dengan amar putusannya:

a. Menghukum PT JJP untuk membayar ganti rugi materiil sejumlah Rp 491.025.500.000,00 yang terdiri dari ganti rugi materiil Rp 119.888.500.000,00, tindakan pemulihan lingkungan sebesar Rp 371.137.000.000,00.

b. Membayar uang paksa (dwangsom) sejumlah Rp 25.000.000,00 per hari atas keterlambatan dalam melaksanakan tindakan pemulihan lingkungan.

Atas Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, PT JJP melakukan upaya hukum Kasasi ke Mahkamah Agung melalui Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang selanjutnya pada tanggal 28 Juni 2018 Majelis Hakim Mahkamah Agung memutus perkara No.1095 K/PDT/2018 dengan amar putusannya menolak permohonan Kasasi PT JJP.

PT JJP kemudian menempuh upaya hukum luar biasa atau Peninjauan Kembali (PK) atas Putusan Mahkamah Agung No 1095 K/PDT/2018 ke Mahkamah Agung melalui Pengadilan Negeri Jakarta Utara. PK PT JJP ditolak oleh Majelis Hakim MA pada 19 Oktober 2020 dengan putusan No 728 PK/PDT/2020 dengan amar putusan menolak permohonan PK yang diajukan oleh PT JJP sehingga berkekuatan hukum tetap (Inkracht Van Gewijsde).

Untuk menindaklanjuti Putusan Mahkamah Agung, KLHK melakukan langkah-langkah eksekusi mulai dari pengajuan permohonan surat keterangan berkekuatan hukum tetap kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang kemudian telah ditindaklanjuti dengan Surat Nomor: W10-U4/8915/HK.02/10/2021 pada 26 Oktober 2021.

Kemudian, pengajuan permohonan eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara dan menghadiri pelaksanaan pemberian tegoran (aanmaning) oleh Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara pertama 27 April 2022 hingga 14 September 2022, namun PT JPP tidak pernah hadir meskipun telah dipanggil secara patut, pada 1 September 2022. PT JPP mengajukan upaya hukum PK yang kedua ke Mahkamah Agung melalui Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Pada 22 Oktober 2022, KLHK mengajukan permohonan sita eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

Rasio Ridho Sani, Dirjen Penegakan Hukum KLHK dalam keterangan resminya mengatakan bahwa ketidakhadiran PT JPP dalam pemberian teguran (aanmaning) oleh Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara dan pengajuan permohonan PK yang kedua oleh PT JJP kepada Mahkamah Agung menunjukkan PT JPP tidak mempunyai komitmen untuk melaksanakan isi putusan pengadilan yang telah inkracht secara sukarela, bahkan cenderung melakukan perlawanan-perlawanan hukum.

”Kami telah memerintahkan kepada Direktur Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup untuk melakukan percepatan pelaksanaan eksekusi berkoordinasi dengan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara dan instansi terkait lainnya antara lain Kementerian ATR/BPN untuk mendapatkan data dukung aset yang akan dilakukan sita eksekusi, hingga PT JJP memenuhi semua kewajibannya dalam memenuhi putusan pengadilan yang telah inkracht, termasuk mengambil langkah-langkah untuk percepatan sita eksekusi,” kata Rasio.

Rasio bilang, komitmen dan kosistensi KLHK untuk penegakan hukum termasuk melalui gugatan perdata, sangat jelas.

“Kami tidak akan berhenti melawan kejahatan lingkungan dengan semua instrumen yang ada baik administratif, perdata maupun pidana. Semua putusan perdata yang berkeputusan tetap akan kami eksekusi, agar kerugian lingkungan dapat dipulihkan”, tegas Rasio Sani.

Jasmin Ragil Utomo, Direktur Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup sekaligus Kuasa Hukum Menteri LHK mengatakan, dari 19 kasus perkara perdata lingkungan hidup yang telah inkracht, 8 kasus telah menyetor ke kas negara melalui Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sejumlah Rp351.973.592.810,00.

"Saat ini 11 perkara yang sudah inkracht sedang dalam proses eksekusi,” ungkap Ragil.