PLN Diharamkan Tutupi Data Emisi dan Polusi oleh KPI
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
PLTU
Selasa, 23 Januari 2024
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Perusahaan Listrik Negara (PLN) tak boleh lagi menutupi data emisi dan polusi yang dihasilkan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), seiring dikabulkannya permohonan sengketa keterbukaan informasi terkait data emisi dan pengolahan limbah PLTU Suralaya dan PLTU Ombilin oleh Komisi Informasi Pusat (KIP), dalam sidang pembacaan putusan yang dilaksanakan pada 18 Januari 2024 lalu.
Meskipun ada beberapa yang tidak dikabulkan, seperti pengelolaan FABA PLTU Suralaya, tapi masyarakat sipil menilai dikabulkannya permohonan ini merupakan kemenangan besar bagi publik, karena menegaskan hak publik untuk memperoleh informasi secara terbuka, khususnya ketika itu terkait erat dengan kesehatan publik dan polusi udara.
“Data informasi yang awalnya dikecualikan oleh institusi pemerintah dan tidak terbuka untuk publik, terbantahkan dari putusan ini yang menyatakan bahwa informasi tersebut adalah informasi publik. Walaupun masih ada informasi yang tidak dikabulkan, tapi kami cukup mengapresiasi putusan ini," kata Novita Indri, dari Trend Asia, dalam sebuah rilis.
Dalam rilis yang diterbitkan kelompok masyarakat sipil itu, dijelaskan permohonan sengketa ini sebelumnya telah dilayangkan oleh Margaretha Quina setelah beberapa permohonan informasi yang ia ajukan mendapat jawaban yang tidak memuaskan oleh PLN dan institusi-institusi pemerintah.
Secara khusus, Margaretha meminta informasi terkait laporan pengukuran sistem pemantauan emisi (CEMS) periode 2015-2022 dan laporan pengelolaan limbah dari PLTU Suralaya unit 1-8 dan PLTU Ombilin pada periode 2012 2021. Data tersebut dibutuhkan untuk meneliti dampak emisi PLTU terhadap masyarakat lokal.
Pada sidang ketiga 13 September 2023 lalu, PLN berargumen bahwa informasi yang dimohonkan merupakan rahasia dagang yang tidak berkaitan langsung dengan kebijakan publik. PLN juga menyatakan kekhawatiran bahwa data akan digunakan pihak tidak berwenang dan berkompeten untuk melakukan ancaman dan disinformasi. Padahal emisi dan kerusakan lingkungan yang dapat ditimbulkan dari emisi berkaitan erat dengan kesehatan publik.
Dalam kutipan Amar Putusan Majelis Komisioner Komisi Informasi Pusat memutuskan mengabulkan sebagian permohonan informasi Margaretha Quina. Dengan menyatakan bahwa data CEMS PLTU Suralaya unit 1-8 dan PLTU Ombilin, informasi desain/jaminan ESP untuk tiap pembangkit, dan laporan pelaksanaan pelaporan neraca limbah untuk FABA untuk PLTU Ombilin sebagai data yang terbuka untuk publik.
Menurut kelompok tersebut, secara umum keputusan ini adalah preseden baik bagi kebebasan informasi publik dan advokasi lingkungan dan kesehatan, sekalipun sangat disayangkan beberapa informasi penting masih ditutup. Misal, permohonan data pengelolaan FABA PLTU Suralaya unit 1-8 tidak dikabulkan. Pengecualian ini menimbulkan pertanyaan, terutama ketika data FABA PLTU Ombilin dinyatakan terbuka. Sampai saat ini pemohon masih menanti salinan putusan lengkap dari KIP.
Dengan keputusan ini, kelompok tersebut mengimbau semua institusi dan perusahaan sumber pencemaran untuk berinisiatif membuka informasi emisi dan pencemarannya secara proaktif. Khususnya terkait data emisi dan pengelolaan abu batubara. Polusi-polusi tersebut merupakan informasi vital yang berdampak erat terhadap kesehatan publik, dan transparansi aktif seharusnya menjadi norma dasar untuk melindungi hak publik.
Kelompok ini juga mendesak KIP untuk terus mengawasi dan memastikan bahwa putusan ini dipatuhi oleh PLN. Khususnya melihat rekam jejak berbagai badan publik yang selama ini sering mengabaikan putusan JIP tanpa melakukan upaya hukum.
"Kami berharap tidak ada lagi inkonsistensi yang dilakukan pihak-pihak pemerintah, seperti dalam momen isu polusi Jakarta ketika mereka bersikukuh melindungi dan membela PLTU dari tuduhan polusi, namun mengelak ketika dituntut terbuka oleh publik tentang data emisi dan polusi," kata Indri.
Di tengah momen menjelang pemilihan Presiden, kelompok tersebut berharap bahwa para calon pemimpin menunjukkan komitmen untuk tetap mengedepankan keterbukaan informasi dan kepentingan publik ketimbang kepentingan bisnis dan industri, apalagi ketika informasi tersebut bersifat vital bagi hak asasi dan kesehatan masyarakat.
Kuasa Hukum Pemohon, Airlaga Julio dari AMAR Law Firm & Public Interest Law Office, mengatakan PLN sedari awal memang tidak berpihak pada kepentingan publik. Tanpa kajian yang mendalam, PLN menyatakan informasi yang dimohonkan tidak dapat dibuka.
"Baru setelah didesak oleh Majelis KIP untuk melakukan uji konsekuensi, terungkap bahwa PLN belum pernah melakukan uji konsekuensi sebelumnya. Walaupun demikian, PLN tetap mengeluarkan SK Uji Konsekuensi yang menyatakan informasi dikecualikan," katanya.
Julio melanjutkan, putusan yang memerintahkan PLN membuka informasi soal CEMS dan laporan pengolahan FABA bagi PLTU Suralaya dan PLTU Ombilin ini jelas membuktikan PLN sebagai BUMN tidak mengerti pentingnya keterbukaan informasi untuk mewujudkan energi bersih bagi semua. Ia berpendapat, sudah seharusnya PLN dan semua BUMN atau perusahaan swasta lain agar segera membuka data-datanya kepada publik.
"Beberapa negara lain sudah mulai menerapkan keterbukaan informasi dengan sangat baik, sehingga warga nya dapat mencegah dan terhindar dari akibat buruk pencemaran lingkungan. PLN dan BUMN lainnya seharusnya mulai berbenah dan menyadari pentingnya keterbukaan informasi bagi lingkungan hidup yang baik dan sehat,” ujar Julio.
Alfi Syukri, dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, menambahkan, sengketa informasi yang keputusannya telah dibacakan ini, meskipun dikabulkan sebagian, adalah sebuah kemenangan bagi rakyat setelah berjuang bertahun-tahun menempuh berbagai upaya. Informasi yang terbuka dapat dimanfaatkan untuk menginformasikan masyarakat melalui pemantauan emisi dan pengelolaan limbah PLTU Ombilin, serta menjamin bahwa mereka tidak melakukan pelanggaran berulang, menjaga hak masyarakat dan memulihkan lingkungan hidup.
"Jika pemulihan ini diabaikan pemerintah, ini menjadi pelanggaran HAM karena hak masyarakat mendapatkan udara dan lingkungan yang bersih dihambat. Peristiwa ini juga menjadi titik terang bagi 2 lagi sengketa informasi yang kami urus dengan termohon PLN dan KLHK,” ungkap Alfi.