Orangutan Aming dan Mona Lulus, Dirumahkan di Betung Kerihun

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Konservasi

Sabtu, 03 Februari 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Taman Nasional Betung Kerihun dan Danau Sentarum (TNBKDS) di Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat (Kalbar), jadi rumah baru untuk Aming dan Mona, dua individu orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus). Keduanya dilepasliarkan setelah menamatkan proses rehabilitasi dan sekolah hutan, sebab mereka pernah jadi satwa peliharaan warga.

Dalam keterangan resminya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengatakan, pelepasliaran Aming dan Mona ini dilakukan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalbar bersama Balai Besar TNBKDS dan Yayasan Penyelamatan Orangutan Sintang, di Sungai Rongun, Sub DAS Mendalam, Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah III Padua Mendalam, Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II Kedamin, TNBKDS, pada Jumat, 26 Januari 2024 kemarin.

Pelepasliaran Aming dan Mona ini merupakan tahap ke-13 pelepasan orangutan kalimantan yang dilakukan sejak 2017, setelah sebelumnya  melepasliarkan 28 individu orangutan di Sub DAS Mendalam, kawasan Betung Kerihun.

Sungai Rongun, Sub Das Mendalam, SPTN Wilayah III Padua Mendalam dipilih menjadi lokasi pelepasliaran setelah melalui survei dan kajian kesesuaian habitat, kelimpahan pohon pakan orangutan, serta aksesibilitas menuju lokasi yang cukup jauh dan sulit untuk dijangkau masyarakat.

Salah satu dari dua orangutan yang dilepasliarkan di Taman Nasional Betung Kerihun, Kalimantan Barat, 26 Januari 2024 kemarin. Foto: KLHK.

Dua individu orangutan yang dilepasliarkan ini merupakan satwa hasil penyelamatan BKSDA Kalbar pada 2015. Mona, berjenis kelamin betina, merupakan orangutan yang dievakuasi dari warga Desa Pulau Jaya, Kecamatan Tempunak, Kabupaten Sintang saat berusia 6 bulan, dan Aming, berjenis kelamin jantan, dievakuasi dari warga Kecamatan Nanga Pinoh, Kabupaten Melawi.

Dari hasil pemeriksaan medis sebelum pelepasliaran, keduanya dipastikan dalam keadaan sehat serta terbebas dari penyakit menular. Kedua orangutan tersebut juga telah menjalani rehabiltasi selama 8 tahun, dengan 4 tahun di antaranya di Sekolah Hutan Jerora yang dikelola YPOS. Selama menjalani rehabilitasi, keduanya telah memiliki kemampuan lokomosi yang baik, mengenal berbagai jenis pakan, memiliki keterampilan membuat sarang, serta merenovasi sarang lama.

"Mengembalikan orangutan ke habitat alaminya bukan perkara mudah dan murah. Diperlukan kemampuan sumber daya manusia dan sumber dana yang cukup besar. Apalagi kedua orangutan ini pada saat dievakuasi masih bayi, keduanya memerlukan waktu yang cukup panjang dalam proses rehabilitasi sampai siap untuk dilepasliarkan,“ tutur Wiwied Widodo, Kepala BKSDA Kalbar, dalam keterangan resmi, 30 Januari 2024.

Waktu tempuh yang dibutuhkan dari lokasi awal rehabilitasi di Sintang kurang lebih 13 jam perjalanan. Dimulai dengan kendaraan darat roda empat dari Sintang menuju Putussibau yang ditempuh selama kurang lebih 7 jam, sebelum dilanjutkan menggunakan perahu selama sekitar 3 jam menuju Stasiun Pelepasan Mentibat, sebagai lokasi habituasi.

Kemudian perjalanan dilanjutkan lewat jalur air selama 3 jam menuju lokasi pelepasliaran di kawasan Taman Nasional Betung Kerihun. Untuk memastikan kondisi orangutan dalam keadaan baik dan menghindari terjadinya stres, selama perjalanan, kesehatan satwa selalu dipantau dan di lakukan pengecekan berkala setiap 2 jam oleh tim medis.

Kepala Balai Besar TNBKDS, Wahju Rudianto mengatakan, sebagai salah satu kawasan konservasi terluas di Pulau Kalimantan, dengan luas mencapai 816.693,40 hektare, Taman Nasional Betung Kerihun memiliki potensi ekologi yang sesuai dengan kebutuhan habitat orangutan.

"Sebagai spesies kunci dan prioritas nasional, sudah menjadi kewajiban kita bersama untuk memastikan dan memantau keberadaan orangutan yang telah dilepasliarkan supaya tetap hidup dan bisa berkembang biak sehingga populasi orangutan terus meningkat di dalam habitatnya,” katanya.

Proses pelepasliaran orangutan tidak hanya sampai disini. Kedua individu orangutan ini akan terus dipantau menggunakan metode Nest to Nest dengan mengikuti orangutan mulai dari bangun di pagi hari hingga tidur di sore hari selama 3 bulan ke depan untuk memastikan orangutan yang dilepasliarkan mampu beradaptasi dan bertahan hidup di alam liar.