Pedagang Burung Dilindungi Ditangkap di Makassar

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Biodiversitas

Selasa, 20 Februari 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Dua warga, yakni SJ (47) asal Kota Makassar dan FN (22) asal Kabupaten Je’neponto, Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel), ditangkap Tim Operasi Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi, di Makassar, pada Jumat (16/02/2024). Keduanya ditangkap karena menjadi pelaku perdagangan satwa liar dilindungi.

Kasus perdagangan satwa liar dilindungi ini terungkap berawal dari informasi masyarakat, yang kemudian dilakukan pendalaman oleh KLHK Wilayah Sulawesi dan menindaklanjuti dengan melakukan operasi, yang dilakukan secara terpadu.

Dari penangkapan SJ dan FN tersebut, Tim Operasi menyita barang bukti berupa 56 ekor burung dilindungi, yang terdiri dari 6 ekor burung perkici dora (Trichoglossus ornatus), 1 ekor jenis burung kasturi kepala-hitam (Lorius lory), dan 1 ekor jenis burung tiong emas (Gracula religiosa).

Tak hanya itu, tim juga menyita 2 ekor burung yang tidak diketahui jenisnya (diduga perkawinan silang antara jenis Lorius lory dan Trichoglossus haematodus) dalam keadaan hidup, dan 46 ekor burung jenis perkici dora (Trichoglossus ornatus) dalam keadaan mati.

Gakkum LHK Wilayah Sulawesi menangkap dua pelaku perdagangan atau pedagang satwa liar dilindungi berinisial SJ (47) dan FN (22) di Makassar, Jumat pekan lalu. Foto: Gakkum LHK

Berdasarkan hasil pemeriksaan, burung-burung tersebut berasal dari daerah Ampana, Kabupaten Tojo Una Una, Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) dikirim menggunakan mobil Wulin kepada SJ di Jl. Kubis, Kelurahan Wajo Baru, Kecamatan Bontoala, Kota Makassar. Setelah membeli dan menerima satwa dari daerah Ampana, SJ kemudian menjualnya kembali melalui platform media sosial facebook.

Tersangka SJ mengaku menjual burung tersebut dengan harga bervariasi per ekornya. Untuk jenis burung nuri kepala hitam dihargai Rp1.500.000, untuk jenis burung nuri pelangi harga antara Rp400.000 sampai Rp500.000. Sedangkan untuk jenis perkici dora dengan harga Rp300.000.

Dalam perkara ini, penyidik menetapkan SJ dan FN sebagai tersangka. Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat Pasal 40 Ayat (2) Jo Pasal 21 Ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dengan ancaman hukum penjara maksimal 5 tahun dan denda maksimal Rp100 juta. Saat ini kedua tersangka dititipkan di Rumah Tahana Negara (Rutan) Polda Sulsel, Sabtu (17/02/2024).

Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi Aswin Bangun, menerangkan, pelaku merupakan pembeli sekaligus penjual satwa dilindungi. Pihaknya akan terus melakukan pengembangan dalam pengungkapan dan memutus jaringan perdagangan satwa liar dilindungi serta mendalami kemungkinan adanya pihak lain yang terlibat dan adanya jenis satwa lain yang diperdagangkan.

"Kejahatan ini merupakan ancaman terhadap kelestarian kehati dan ekosistem yang sangat penting bagi kehidupan Bangsa Indonesia,” katanya dalam sebuah rilis, Selasa (19/2/2024).

Aswin melanjutkan, perdagangan satwa liar merupakan kejahatan yang sangat merugikan dan termasuk dalam tindak kejahatan yang terorganisir. Seiring dengan kemajuan zaman dan teknologi, perdagangan satwa liar dilindungi mengalami pergeseran dari cara perdagangan konvensional yang dilakukan di pasar-pasar, berubah melalui media online dalam melakukan transaksinya.

Untuk itu, lanjut Aswin, Gakkum LHK terus mengembangkan berbagai cara untuk melaksanakan pengamanan tumbuhan satwa liar (TSL), seperti melalui cyber patrol untuk memantau perdagangan TSL secara online di media sosial dan melakukan kerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi.

"Untuk penutupan akun dan konten yang disinyalir melakukan transaksi perdagangan satwa liar dilindungi serta menjalin kerja sama dengan institusi cyber crime di kepolisian,” ujarnya.

Aswin Bangun mengimbau seluruh masyarakat agar tidak menangkap, memiliki, menyimpan, memperdagangkan tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi baik dalam keadaan hidup, atau mati tanpa izin.

Satwa-satwa yang berhasil diselamatkan Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi itu, saat ini telah dititipkan di Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sulawesi Selatan untuk dilakukan penanganan lebih lanjut agar dapat dikembalikan ke habitat alaminya.