Burung Indonesia Sensus di Ujung Barat Pulau Jawa

Penulis : Gilang Helindro

Biodiversitas

Selasa, 20 Februari 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Seiring surutnya air laut di Pantai Kharisma, Kecamatan Pagelaran Banten, tampak seorang pria membawa kamera dengan lensa panjang berjalan merangkak di antara sampah yang terbawa ombak. 

Dari kejauhan terlihat gerombolan burung kedidi putih (Calidris alba). Sesekali matanya menoleh ke belakang dan kembali fokus membidik objek burung yang akan diabadikan dalam sebuah foto di antara sampah plastik.

Lelaki itu, Arnov, bersama sekitar puluhan anggota yang baru bergabung dengan Burung Indonesia pada sore itu sedang melakukan Asian Waterbird Census (AWC) atau sensus burung air. 

Pantai Kharisma menjadi tempat pertama untuk sensus burung air ini, dan juga menjadi bagian dari kegiatan Eksplor Banten yang diselenggarakan Burung Indonesia pada 17-18 Februari 2024.  

Burung Kedidi Putih atau Sanderling. Foto: @ArnovBirding

Octavianti Shanna Puspita, salah satu peserta yang baru bergabung, mengaku sensus burung ini adalah pengalaman pertamanya. “Kegiatan ini cukup berkesan sebagai orang awam, karena bukan berlatar belakang biologi, lingkungan, atau kehutanan,” ungkap Octa. 

Menurutnya, di sini banyak ilmu baru tentang burung hingga bagaimana cara kita mendekati burung. “Di sini belajar bagaimana mengidentifikasi burung, seperti gerak gerik, mendengar suara burung, harus diam, dan sebagainya,” ungkap Octa, Minggu, 18 Februari 2024. 

Octa mengaku lebih senang melihat burung ketika di luar sangkar. Di kebun binatang saja senang, "Apalagi ini langsung di habitat aslinya," kata dia. 

Ia mengapresiasi pegiat konservasi burung, karena untuk bertemu seekor burung saja tidak gampang. Ia juga menyatakan yang tinggal di Indonesia bukan hanya manusia, ada juga hewan dan tumbuhan, sehingga harus bisa saling menjaga.

Jihad, Senior Biodiversity Officer Burung Indonesia mengatakan, pihaknya secara rutin melakukan kegiatan sensus burung air sebagai salah upaya pelestarian burung-burung air di Indonesia. 

“AWC ini memang dilakukan oleh komunitas-komunitas lain, kami juga salah satu yang ikut berpartisipasi aktif dalam kegiatan ini,” kata Jihad.

Jihad bilang, tahun ini pihaknya mengemas dalam program Eksplor Banten.

“Kenapa Banten, karena sepanjang pantai memang terdapat beberapa jenis burung air, khususnya jenis air migran. Kemudian juga belum mengetahui bagaimana status burung migran di Banten,” ungkap Jihad. 

Selain melakukan pengamatan burung air di pantai, kata Jihad, juga yang terdapat Taman Hutan Raya (Tahura) Banten.

“Tahura Banten salah satu habitat burung yang cukup baik untuk jenis-jenis burung dataran rendah di bagian barat pulau Jawa,” katanya. 

Sensus burung air diselenggarakan Burung Indonesia pada 17-18 Februari 2024. Foto: Gilang/Betahita

Selain pemantauan burung-burung air migrasi, Jihad berharap member Burung Indonesia juga bisa melihat jenis burung endemis yang berada di hutan dataran rendah yang ada di barat Pulau Jawa. 

Garis pantai Kharisma menjadi habitat bagi burung-burung seperti dara-laut kecil (Sternula albifrons), dara-laut biasa (Sterna hirundo), kedidi leher-merah (Calidris ruficollis), kokokan laut (Butorides striata), kowak-malam abu (Nycticorax nycticorax), trinil pantai (Actitis hypoleucos).

“Area ini juga cukup baik untuk jenis-jenis burung nokturnal, misalnya jenis burung hantu, burung kepala kodok, paok pancawarna. Sehingga melalui kegiatan ini kita bisa memantau juga jenis jenis burung Jawa,” ungkap Jihad.

Jihad berharap, data sensus ini juga dimanfaatkan untuk acuan pengelolaan kawasan dan sebagai edukasi untuk memperkenalkan burung dengan spesies baru dalam keanekaragaman hayati pada lingkungan masyarakat.