Deforestasi Akibat Industri Sawit Naik Lagi pada 2023 

Penulis : Kennial Laia

Deforestasi

Rabu, 21 Februari 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Deforestasi akibat ekspansi perkebunan kelapa sawit di Indonesia kembali meningkat pada 2023. Kenaikan ini menandai tingginya kehilangan tutupan hutan akibat industri monokultur tersebut setelah sempat mencatat rekor terendah pada 2021. 

Berdasarkan analisis data TheTreeMap, perkebunan kelapa sawit skala industri tumbuh sebesar 116.000 hektare pada 2023, meningkat sebesar 54% dari tahun sebelumnya. Dari pertumbuhan ini, sebanyak 30.000 hektare hutan dikonversi menjadi kebun sawit. Angka tersebut meningkat 36% dibandingkan dengan 22.000 hektare hutan yang dibuka pada tahun sebelumnya. 

Meskipun terjadi peningkatan ini, deforestasi akibat kelapa sawit masih jauh lebih rendah dibandingkan pada 2012, tahun di mana terjadi konversi 227.000 hektare hutan menjadi perkebunan.

Angka kehilangan tutupan hutan juga mengalami tren penurunan sejak 2012 hingga 2022. 

Tampak dari ketinggian lahan yang dulunya hutan alam telah gundul untuk pembangunan perkebunan sawit PT Papua Agro Lestari (Grup Korindo) di Merauke, Papua Selatan./Foto: Mighty Earth

Organisasi tersebut juga mencatat peningkatan konversi lahan gambut menjadi kebun sawit pada tahun lalu, seluas total 10.787 hektare. Angka ini meningkat 17% dari 9.180 hektare yang dibuka pada tahun 2022.

Jika dianalisis secara regional, peningkatan deforestasi akibat ekspansi perkebunan kelapa sawit paling signifikan terjadi di Kalimantan dan Papua, sedangkan peningkatan yang lebih kecil terjadi di Sumatera. Sebagai catatan, hutan-hutan Sumatra telah lebih dulu habis dikonversi sebelum berpindah ke pulau lainnya. 

Data konsesi yang dikembangkan oleh Greenpeace dan dikumpulkan dalam Atlas Nusantara mengungkapkan bahwa banyak perusahaan masih melakukan deforestasi dan konversi lahan gambut untuk kelapa sawit. Pada 2023, terdapat 53 konsesi perusahaan membuka hutan (>50 hektare) untuk perkebunan kelapa sawit, dan 20 konsesi mengeksploitasi lahan gambut. Hal ini terus terjadi meskipun ada upaya untuk mencegah deforestasi dan konversi lahan gambut.

TheTreeMap mencatat PT Ciliandry Anky Abadi kembali menjadi perusahaan yang membuka hutan paling luas pada 2023, dengan total pembukaan lahan seluas 2.302 hektare di tiga anak perusahaannya. Hal ini termasuk lahan seluas 1.702 hektare di konsesi Inti Kebun Sawit yang baru diakuisisi di Papua Barat, yang merupakan kontributor utama kerusakan hutan untuk perkebunan kelapa sawit pada 2023 dan 2022.

Berdasarkan laporan investigasi oleh The Gecko Project, PT Ciliandry Anky Abadi dan PT Sulaidy memiliki keterkaitan dengan First Resources, produsen minyak sawit raksasa yang berbasis di Singapura. Grup ini juga terkenal karena memasarkan produknya sebagai produk yang berkelanjutan dan bersertifikasi RSPO. 

Menurut TheTreeMap, perusahaan-perusahaan ini juga terlibat dalam konversi hutan dan lahan gambut menjadi perkebunan industri kelapa sawit pada 2023. Organisasi tersebut mencatat, First Resources dan perusahaan bayangan atau afiliasinya bertanggung jawab atas pembukaan hutan seluas 3.285 hektare pada 2023. 

Investigasi The Gecko Project mengungkapkan bahwa First Resources memanfaatkan “perusahaan bayangan” untuk menghindari standar keberlanjutan sambil tetap menampilkan citra akuntabilitas lingkungan. Meskipun ada pengaduan yang diajukan terhadap mereka pada tahun 2021 ke Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), RSPO belum menangani masalah ini dengan serius. Dus, First Resources tetap menjadi anggota RSPO hingga saat ini.

Di antara kontributor utama perusakan hutan, Alam Indah Sdn Bhd/Meadows Capital Ltd adalah salah satu contoh yang menonjol karena telah menebangi 1.294 hektare hutan, termasuk lahan gambut di Konsesi Lahan Agro Inti Ketapang di Kalimantan Barat. Entitas perusahaan ini terdaftar dan berbasis di Malaysia.