KPK Bidik Korporasi Penyuap Gubernur Malut, Walhi: Su Seharusnya

Penulis : Aryo Bhawono

Hukum

Jumat, 23 Februari 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  KPK membuka kemungkinan menetapkan tersangka korporasi dalam pengembangan kasus dugaan suap izin usaha pertambangan yang menjerat Gubernur Maluku Utara, Abdul Ghani Kasuba (AGK). Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Maluku Utara pun beranggapan pengembangan kasus itu sudah seharusnya menyasar korporasi.

Juru Bicara KPK, Ali Fikri, mengungkapkan terdapat dua subjek pelaku korupsi yakni perorangan dan badan hukum, termasuk korporasi. KPK berhasil membawa beberapa kasus korupsi dengan terdakwa korporasi dan diputus bersalah oleh pengadilan. 

"Sepanjang kemudian memang fakta-faktanya bisa ditemukan ada pertanggungjawaban korporasi, dan itu secara normatif hukumannya hanya berupa denda. Kan enggak mungkin korporasi dipenjara," ujar Ali seperti dikutip dari Bisnis pada Selasa (20/2/2024).  

Kini KPK tengah mengusut dugaan suap di balik obral izin tambang di Maluku Utara, yang menyeret AGK. Gubernur Maluku Utara itu telah ditetapkan tersangka kasus dugaan suap perizinan proyek infrastruktur di Maluku Utara. Penyidik pun mengembangkan penyidikannya ke berbagai perizinan lain termasuk tambang. 

Salah satu pesan yang terproyeksi di gedung KPK dalam aksi kelompok masyarakat sipil, Senin, 28 Juni 2021. Foto: Istimewa

KPK telah memanggil sejumlah saksi swasta dari perusahaan-perusahaan tambang di Maluku Utara. Terkini, penyidik memeriksa Direktur Utama PT Adidaya Tangguh Eddy Sanusi, Senin (19/2/2024). 

Beberapa pengusaha tambang lainnya yang juga sudah dipanggil KPK antara lain Direktur Utama PT Nusa Halmahera Mineral (NHM) Romo Nitiyudo Wachjo atau Haji Robert; dan Direktur Halmahera Sukses Mineral Ade Wirawan Lohisto.

Sedangkan Direktur Utama PT Trimegah Bangun Persada Tbk. (NCKL) atau Harita Nickel Roy Arman Arfandy turut dipanggil namun belum hadir. 

Menurut Ali Maluku Utara kini merupakan salah satu daerah yang paling disoroti soal praktik korupsi di sektor pertambangan. Lembaganya mengingatkan pemerintah soal risiko korupsi di sektor pertambangan beberapa waktu lalu, usai penetapan pemenang lelang sembilan blok Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP). 

"Kami ingatkan jangan sampai timbul kerugian keuangan negara, bahkan para investor rugi setelah kemudian fakta-faktanya betul bahwa ada korupsi, misalnya. Ini kan perlu dicegah dari awal agak tidak terjadi korupsi yang lebih besar," ujar Ali. 

KPK sendiri telah menyerahkan berkas kasus suap izin proyek infrastruktur di Maluku Utara atas para tersangka pemberi suap kepada Gubernur Maluku Utara nonaktif AGK. Para tersangka tersebut diantaranya adalah Direktur PT Trimegah Bangun Persada Tbk. atau Harita Nickel (NCKL) Stevi Thomas, pihak swasta  Kristian Wulsan, Kepala Dinas Perumahan dan Pemukiman Maluku Utara Adnan Hasanudin, serta Kepala Dinas PUPR Maluku Utara Daud Ismail. 

Terpisah, Direktur Eksekutif Daerah Walhi Maluku Utara, Faizal Ratuela, mengungkapkan KPK sudah seharusnya menelisik keterlibatan korporasi dalam kasus ini. Informasi yang diperolehnya menyebutkan dugaan suap yang menjerat Stevi sendiri terkait dengan infrastruktur jalan. 

“Jadi jalan milik Provinsi Maluku Utara akan diperuntukkan untuk jalan tambang padahal kan tidak boleh,” ujarnya.

Namun bukan hanya soal dugaan suap infrastruktur ini saja yang menjadi kekhawatiran Ical, nama sapaan Faizal Ratuela. Ia menyebutkan kepentingan perusahaan tambang dan smelter atas tata ruang Maluku Utara sangat kuat sedangkan operasi tangkap tangan terhadap AGK dilakukan saat mendekati tenggat penyelesaian RTRW Maluku Utara. 

Seharusnya, kata dia, KPK menelisik keterlibatan korporasi dalam dugaan suap dalam penyusunan RTRW Maluku Utara ini. 

Apalagi, menurut informasi yang diterimanya, ada pengajuan reklamasi di kawasan Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP).