Produser Konten Penyiksaan Bayi Monyet di Kalbar Ditangkap

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Spesies

Jumat, 23 Februari 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Penangkapan pelaku penyiksaan dan pembunuhan bayi monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) di depan kamera, di Kalimantan Barat (Kalbar), mendapat apresiasi dari kelompok advokasi satwa, Action for Primates (Inggris) dan Lady Freethinker (Amerika Serikat). Apalagi pelaku telah membuat konten penyiksaan monyet sebanyak 58 video, yang dijual kepada pembeli di Amerika dan luar negeri dengan harga $50-$100 per video.

"Saya berterima kasih kepada Polda Kalimantan Barat yang telah menangkap orang yang dianggap bertanggung jawab atas kekerasan mengerikan terhadap puluhan monyet tak berdosa demi mendapatkan keuntungan," kata Nina Jackel, Pendiri Lady Freethinker, dalam sebuah rilis, 13 Februari 2024 lalu.

"Kejahatan semacam itu harus ditanggapi dengan serius, terutama karena bukti-bukti yang ada menunjukkan hubungan antara kekejaman terhadap hewan dan kekerasan terhadap manusia," imbuhnya.

Dalam rilis tersebut disebutkan, Lady Freethinker dan Action for Primates, bersama dengan kelompok-kelompok pecinta satwa lainnya seperti Jakarta Animal Aid Network (JAAN), telah menyelidiki dunia penyiksaan monyet yang meresahkan ini selama lebih dari dua tahun untuk mengakhiri kekerasan mengerikan yang terjadi pada bayi monyet yang disebarluaskan secara online.

Sejumlah monyet ekor panjang di Indonesia ditangkap, diduga dari alam, dengan cara kasar./Foto: Action for Primates

Pekerjaan mereka dimulai dengan investigasi pada 2021 yang mengungkap eskalasi grup online pribadi yang mengganggu di platform seperti Telegram, di mana orang-orang di Indonesia membuat video penyiksaan monyet khusus untuk audiens "pembenci" monyet di Amerika Serikat, Inggris, dan tempat lain. Anggota grup membayar dan mendikte metode penyiksaan apa yang mereka inginkan terhadap monyet-monyet tersebut.

Jaringan bawah tanah ini menjadi topik film dokumenter BBC baru-baru ini "The Monkey Haters", yang mana Lady Freethinker, Action for Primates, dan JAAN memberikan informasi dan intelijen.

Kelompok ini menyebut, dalam 18 bulan terakhir dua orang di Indonesia telah dihukum dan dipenjara atas peran mereka dalam menyiksa dan membunuh bayi monyet, dan satu orang di Amerika Serikat telah dipenjara bersama dua orang lainnya yang didakwa atas peran mereka dalam kelompok penyiksa monyet online, dan ada beberapa penangkapan di Inggris.

Yang mengejutkan, banyak dari video grafis ini--yang menggambarkan mutilasi, pembakaran, pemukulan, dan banyak lagi--juga telah diposting di Facebook dan YouTube, sehingga mudah diakses dan dilihat oleh orang lain, termasuk anak-anak. Lady Freethinker dan Action for Primates menyerukan kepada media sosial dan platform berbagi video untuk segera mengambil tindakan untuk menghentikan penyebaran konten penyiksaan hewan yang diunggah secara online.

"Kami menyambut baik tindakan yang diambil oleh Kepolisian Indonesia. Merekam penyiksaan dan pembunuhan bayi monyet untuk 'hiburan' adalah tindakan yang menjijikkan dan tidak boleh ditoleransi. Kami berharap hal ini akan membuat orang lain jera dan tidak terlibat dalam kegiatan yang menyimpang dan sadis ini," kata Sarah Kite, salah satu pendiri Action for Primates.

Pelaku adalah ASN kelurahan di Singkawang

Dalam kasus ini, Polisi menemukan seekor monyet yang sudah mati dan dimutilasi terbungkus plastik di luar rumah tersangka. Polisi juga menemukan peralatan penyiksaan di dalam rumah, termasuk kompor gas, solder, palu dan ketapel, dan 58 video yang menggambarkan penyiksaan sadis terhadap bayi monyet berekor panjang di dalam perangkat selulernya.

Belakangan diketahui pelakunya adalah seorang aparatur sipil negara berinisial RS yang bekerja di salah satu kelurahan di Kota Singkawang, Kalbar. Perbuatan RS ini pertama kali diketahui setelah Kapolda Kalbar mendapatkan laporan dari aktivis pencinta hewan internasional.

Menurut Direktur Reserse Narkoba Polda Kalbar Kombespol Sardo MP Sibarani mengungkapkan, aksi penyiksaan monyet ini sudah berlangsung kurang lebih satu tahun. Konten video penyiksaan monyet tersebut dijual kepada orang di luar negeri dengan harga kisaran Rp700 ribu hingga Rp1 juta per video.

"Informasi awal beredarnya video penyiksaan ini di luar negeri, di antaranya Australia yang membuat aktivis pencinta hewan terusik, yang selanjutnya melaporkan kepada bapak Kapolda," ujar Sardo, dikutip dari Tribun Pontianak.

RS akan dijerat Pasal 91 Undang-Undang tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, dan atau Pasal 302 KUHP tentang Penganiayaan Terhadap Hewan, dengan ancaman hukuman penjara 9 bulan.