'Ruang Ketiga' di Jakarta Baru 5 Persen

Penulis : Gilang Helindro

Biodiversitas

Rabu, 28 Februari 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Luasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Jabodetabek khususnya di Jakarta masih jauh dari yang disyaratkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Dalam UU tersebut disebutkan, setiap wilayah kota atau kabupaten di Indonesia memiliki paling sedikit 30 persen RTH dari total luas wilayah. Luasan RTH sebesar 30 persen ini dimaksudkan untuk menjamin keseimbangan ekosistem sebuah kota, misalnya menyangkut keseimbangan sistem hidrologi yang berkaitan erat dengan banjir dan peningkatan ketersediaan udara bersih.

“Potensi RTH perlu digali agar muncul kesadaran pemerintah dan masyarakat untuk terus menambah luasannya,” kata Ahmad Baihaqi, Kader Konservasi Alam Jakarta, dari Belantara Foundation, pada Selasa, 27 Februari 2024.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dalam laman resminya menyebut, luas ruang RTH di wilayah Ibu Kota mencapai 33,34 juta meter persegi atau hanya sebesar 5,2 persen dari total luas provinsi tersebut. "Melihat kondisi tersebut, Jakarta sebenarnya belum berada pada posisi ideal,” ungkap Ahmad.

Berdasarkan luas per kota administrasinya, Jakarta Timur menjadi kota dengan RTH terluas, yakni 26,2 persen dari total RTH DKI Jakarta. Lalu terluas selanjutnya, Jakarta Selatan sebesar 24,87 persen. Jakarta Utara sebesar 20,93 persen; Jakarta Pusat 12,69 persen; dan Jakarta Barat hanya 8,64 persen.

Riset mengungkap bahwa kebun raya merupakan ruang terbuka hijau paling efektif mendinginkan jalanan saat gelombang panas. Dok Kebun Raya Bogor

Pemprov DKI Jakarta sendiri mengatakan, konversi RTH ini akan terus ditambah sebab capaiannya masih jauh di bawah standar ideal proporsi RTH wilayah kota, yaitu 30 persen dari luas kota. Hal ini sesuai amanat Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Sejalan dengan itu, Dinas Pertamanan dan Hutan Kota DKI Jakarta akan menyelesaikan 23 RTH di empat wilayah kota administrasi, yaitu Jakarta Timur, Jakarta Utara, Jakarta Barat, dan Jakarta Selatan dengan total luas 6 hektare.

Selain sebagai ruang ketiga bagi publik, pembangunan RTH juga berfungsi untuk menyerap kadar emisi karbon dioksida (CO2) di udara. "Perlu diketahui, tingginya kadar emisi CO2 di Jakarta menjadi salah satu sumber polusi udara di Jakarta," tulis Pemprov DKI Jakarta dalam laman resminya.

Ahmad berharap pemerintah mengoptimalkan pengembangan dan memaksimalkan pemanfaatan RTH sebagai fungsi ekologis, yaitu untuk penyerap polusi udara, dan penyerap air alami atau pengendali banjir serta sebagai habitat yang mendukung keberlangsungan kehidupan satwa liar, seperti burung.

Menurut Ahmad, RTH juga dapat dijadikan sebagai koridor atau tempat transit bagi burung yang hidup di kawasan perkotaan, burung bisa menjadi salah satu bioindikator kualitas RTH di perkotaan. 

Keberadaan burung di alam sebagian besar bergantung pada keberadaan pohon. Burung memanfaatkan pohon tersebut untuk melakukan berbagai aktivitasnya, seperti lokasi untuk mencari makan, sosial, berlindung, berkembang biak serta bersarang.

Jika dalam suatu RTH ditanami dengan jenis pohon yang dapat menarik kehadiran burung, seperti pohon salam, buni dan bunga kupu-kupu, maka jenis burung pada RTH tersebut semakin beragam. Keberadaan burung-burung di Perkotaan khususnya di Jakarta berperan penting sebagai agen pemencar biji, penyerbuk alami pada bunga, pengendali hama dan menjaga keseimbangan ekosistem.

Namun, keberadaan burung-burung tersebut mengalami ancaman serius, antara lain konversi lahan atau fragmentasi habitat, perburuan dan perdagangan satwa liar secara ilegal, pencemaran lingkungan, spesies invasif dan perubahan iklim.

<div class="flourish-embed flourish-chart" data-src="visualisation/16948842"><script src="https://public.flourish.studio/resources/embed.js"></script></div>

Jihad, Senior Biodiversity Officer Burung Indonesia mengungkapkan, burung juga berperan pada hutan perkotaan. Keberadaan burung mempunyai peran yang strategis, selain memastikan sistem ekologis dan regenerasi tegakan pohon, secara berkelanjutan, burung juga berperan dalam keseimbangan ekosistem. 

“Burung merupakan hewan yang mudah dijumpai dengan berbagai vegetasi di tipe ekosistem, serta bisa menjadi indikator perubahan lingkungan,” ungkap Jihad.