Ibu Konawe Bela Lingkungan jadi Tersangka, LSM: Polda Langgar HAM

Penulis : Kennial Laia dan Aryo Bhawono

Hukum

Rabu, 06 Maret 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Penetapan dua warga Desa Torobulu, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara (Sultra), sebagai tersangka oleh Kepolisian Daerah (Polda) Sultra pada 5 Maret 2024, menambah daftar panjang kriminalisasi terhadap pembela lingkungan di provinsi tersebut. Mereka dituduh mengganggu aktivitas pertambangan nikel, yang membawa dampak negatif bagi lingkungan dan pemukiman masyarakat setempat.

Koalisi yang terdiri atas 16 organisasi masyarakat sipil mengecam keras penetapan ini, dan menyatakan bahwa kriminalisasi terhadap warga pembela lingkungan masih terus berlanjut. Penetapan ini dianggap sebagai bentuk pembungkaman suara rakyat yang kritis terhadap kerusakan lingkungan dan eksploitasi sumber daya alam.

Dua warga tersebut bernama Haslilin, seorang ibu rumah tangga, dan Andi Firmansyah, seorang wiraswasta. Menurut Koalisi, penetapan tersangka keduanya merupakan tindak lanjut dari pemanggilan 32 warga Desa Torobulu untuk diinterogasi pada 8 Januari 2024.

Sebelumnya, PT Wijaya Inti Nusantara, bagian dari Tridaya Group, mengajukan laporan kepolisian dengan tuduhan warga telah menghalang-halangi aktivitas pertambangan nikel tersebut.

Warga Desa Torobulu Dikriminalisasi Karena Tolak Tambang. Foto: Walhi Sultra

Sebelumnya, PT Wijaya Inti Nusantara, bagian dari Tridaya Group, mengajukan laporan kepolisian, menuduh warga menghalang-halangi aktivitas pertambangan.

Warga yang memprotes diancam dengan pasal tindak pidana bidang pertambangan mineral dan batubara yaitu merintangi atau mengganggu kegiatan usaha pertambangan. 

“Atas peristiwa tersebut, kami dari Koalisi Masyarakat Sipil mengecam keras dan menyatakan tindakan Polda Sultra dalam penetapan warga sebagai tersangka sebagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia,” kata Koalisi melalui keterangan tertulis, Selasa, 5 Maret 2024. 

“Kami juga melihat tuduhan tindak pidana terhadap warga hanya mencari-cari kesalahan lantaran warga menolak aktivitas pertambangan yang tidak sesuai dengan AMDAL dan peraturan perundang-undangan,” kata Koalisi. 

Menurut penelusuran Betahita.ID, penolakan warga desa Torobulu didasari pada aktivitas perusahaan yang menambang terlalu dekat dengan pemukiman. Warga juga mengeluh pertambangan nikel tersebut merusak sumber air bersih di desa. 

Menurut Koalisi, protes warga terhadap kegiatan usaha pertambangan tersebut merupakan bagian dari kebebasan menyampaikan pendapat yang dijamin undang-undang. 

Warga menggunakan kebebasan berpendapat ini untuk menuntut hak mereka atas lingkungan yang baik dan sehat. Hal ini dijamin dalam pasal 28H Undang-Undang Dasar 1945. “Sehingga yang dilakukan warga saat ini merupakan mandat konstitusi yang seharusnya tidak boleh dilarang, apalagi dikriminalisasi.”

Selain itu, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mengatur bahwa setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata (ketentuan anti Strategic Lawsuit Against Public Participation/SLAPP). 

“Kami Aliansi Peduli Lingkungan Sultra mengingatkan kepada Polda Sultra bahwa penegakan hukum dengan mencari-cari kesalahan warga negara merupakan penggunaan hukum untuk menghalangi warga dalam menuntut haknya, juga merupakan bentuk SLAPP dan hal ini berpotensi menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia,” kata Koalisi. 

Tuntutan koalisi masyarakat sipil 

Setelah penetapan dua warga Torobulu pada Selasa, 5 Maret 2024, pukul 10.40 WITA, koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari organisasi nasional, daerah, dan akar rumput mendesak agar penegak hukum menghentikan segala bentuk kriminalisasi terhadap warga pejuang lingkungan hidup.

Tuntutan mereka antara lain:

  1. Mendesak Kapolri, Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo, untuk memerintahkan Kapolda Sultra menghentikan penetapan tersangka pada warga pejuang lingkungan Desa Torobulu dan menghentikan segala bentuk kriminalisasi terhadap pejuang lingkungan hidup sebagai bentuk komitmen Institusi Kepolisian pada Anti SLAPP sesuai Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
  2. Mendesak Kapolda Sultra Irjen Pol. Teguh Pristiwanto untuk mencabut penetapan tersangka kepada dua korban SLAPP dan menghentikan segala bentuk kriminalisasi terhadap pejuang lingkungan di Desa Torobulu
  3. Mendesak Menteri ESDM untuk mencabut Izin Usaha Pertambangan PT Wijaya Inti Nusantara (WIN) di Desa Torobulu, Konawe Selatan
  4. Meminta Komnas HAM untuk mengambil tindakan perlindungan yang segera dan memberikan tindakan tegas atas pelanggaran HAM yang melibatkan bisnis nikel di  Desa Torobulu.