LIPUTAN KHUSUS:

Penelitian: Buaya, Penyu dan King Kobra Selangkah Menuju Punah


Penulis : Tim Betahita

Buaya kerap dianggap sebagai hama, sementara penyu menjadi sasaran perdagangan.

Konservasi

Rabu, 04 Mei 2022

Editor :

BETAHITA.ID -  Satu dari lima spesies reptil di dunia terancam punah, kehidupan makhluk berdarah dingin ini di ujung tanduk lantaran terdampak perubahan iklim Bumi yang semakin ekstrem. Permasalahan itu terungkap dari sebuah penelitian yang dilansir Science Alert, Selasa (3/5).

Berdasarkan penelitian jenis spesies reptil yang terancam punah cukup beragam, mulai dari penyu, buaya, hingga king kobra.

Dalam jurnal Nature, para peneliti melakukan pengamatan dan penilaian terhadap 10 ribu lebih spesies reptil berdasar kriteria daftar merah IUCN (International Union for Conservation of Nature). Hasilnya, mereka menemukan bahwa setidaknya 1.829 (21 persen) spesies rentan, terancam punah, atau sangat terancam punah.

Neil Cox, peneliti yang mengelola Unit Penilaian IUCN dan ikut memimpin penelitian menyebut angka ini sudah melebihi jumlah spesies yang rentan.

Penyu hijau (pxhere.com)

"Sekarang kita tahu ancaman yang dihadapi setiap spesies reptil, komunitas global harus mengambil langkah membalikkan krisis keanekaragaman hayati yang saat ini terjadi," kata Cox.

Menurut penelitian buaya dan penyu merupakan spesies yang paling berisiko. Masing-masing mengalami sekitar 58 persen dan 50 persen kepunahan yang diperkirakan saat ini. Cox mengatakan, hal ini juga tidak bisa dilepas akibat eksploitasi berlebihan dan perburuan.

Buaya kerap dianggap sebagai hama, dibunuh untuk diambil dagingnya dan dianiaya karena masuk ke pemukiman warga. Sementara penyu menjadi sasaran perdagangan hewan peliharaan dan dagingnya kerap digunakan sebagai bahan utama pengobatan tradisional.

Spesies terkenal lainnya yang berisiko mengalami kepunah adalah king cobra yang merupakan ular paling berbisa di dunia. King cobra diklasifikasikan sebagai rentan dan menunjukkan bahwa ular yang satu ini sangat dekat dengan kepunahan.

Bruce Young, kepala zoologi di NatureServe, yang ikut memimpin penelitian, mengatakan reptil yang terancam sebagian besar ditemukan terkonsentrasi di Asia Tenggara, Afrika Barat, Madagaskar utara, Andes Utara, dan Karibia.

Perubahan iklim ditemukan menimbulkan ancaman langsung bagi sekitar 10 persen spesies reptil, meskipun para peneliti menilai kemungkinan itu terlalu rendah karena tidak memperhitungkan ancaman jangka panjang seperti atas kenaikan permukaan laut, atau bahaya tidak langsung yang didorong oleh iklim dari hal-hal seperti penyakit.

Para peneliti pun terkejut menemukan kalau konservasi yang ditujukan untuk mamalia, burung, dan amfibi juga bermanfaat bagi reptil, meskipun mereka menekankan jika penelitian tersebut menyoroti perlunya konservasi mendesak khusus untuk beberapa spesies.

Young berpendapat, penilaian reptil yang melibatkan ratusan ilmuwan dari seluruh dunia, membutuhkan waktu sekitar 15 tahun untuk diselesaikan karena kurangnya dana. Ia berharap penelitian dapat membantu memacu dunia internasional untuk menghentikan hilangnya keanekaragaman hayati.