LIPUTAN KHUSUS:

Nelayan Pulau Rupat Desak Gubernur Riau Cabut IUP PT LMU


Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Menolak keberadaan PT LMU, para nelayan Rupat dan Solidaritas Jaga Pulau Rupat mendesak Gubernur Riau untuk mencabut IUP perusahaan tambang pasir itu, dan tidak lagi menerbitkan izin tambang pasir laut di Riau.

Tambang

Rabu, 06 September 2023

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Menolak keberadaan PT Logomas Utama (LMU), para nelayan Rupat dan Solidaritas Jaga Pulau Rupat mendesak Gubernur Riau untuk mencabut IUP PT LMU, dan tidak lagi menerbitkan izin tambang pasir laut di Riau. Desakan tersebut juga akan disampaikan melalui aksi damai yang bakal digelar di depan Kantor Gubernur Riau, Selasa (5/9/2023).

Penolakan terhadap keberadaan PT LMU bukan tanpa sebab. Selama beberapa bulan beroperasi sebelum akhirnya dihentikan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), aktivitas penyedotan pasir laut oleh PT LMU telah menyebabkan hasil tangkap nelayan berkurang drastis.

Bahkan selama empat bulan para nelayan tidak melaut karena wilayah tangkap mereka rusak dan hanya tersisa sedikit ikan. Selain itu, warga di dua desa, Desa Suka Damai dan Titi Akar, juga menyadari apabila penambangan pasir laut terus dibiarkan, maka dampak abrasi akan makin tinggi dan suatu saat akan tidak hanya akan menenggelamkan Pulau Babi, Beting Aceh, dan beting-beting lainnya tapi juga Pulau Rupat itu sendiri, tempat tinggal mereka.

”Kami meminta Gubernur untuk mencabut izin PT Logomas Utama karena izin ini adalah mimpi buruk bagi kami. Karena itulah kami datang ke Pekanbaru untuk menemui Gubernur. Pada November 2022, kami nelayan Rupat bersedia hadir menerima undangan Gubernur melalui Staf Ahlinya. Saat ini, pada September 2023, Gubernur tidak menggubris surat kami. Baru-baru ini kami mendengar mereka akan datang lagi, maka dari itu kami minta Gubernur agar izinnya segera dicabut," ujar Eriyanto, Nelayan Pulau Rupat, Desa Suka Damai, dalam keterangan tertulis, Senin (4/9/2023).

Tampak dari ketinggian perairan utara Pulau Rupat, di Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. Walhi Riau mendesak wilayah tersebut segera ditetapkan sebagai kawasan konservasi. Foto: Walhi Riau.

Pada Januari 2022, perwakilan nelayan Desa Titi Akar dan Suka Damai melaporkan masalah ini ke Gubernur. Hasilnya, Gubernur Riau mengeluarkan surat rekomendasi nomor 540/DESDM/119 tertanggal 12 Januari 2022 kepada Kementerian ESDM untuk mencabut IUP PT L MU karena saat itu kewenangan perizinan berada di pemerintah pusat.

Gubernur Riau mendasarkan permohonan tersebut pada tiga alasan penting. Yang pertama keberadaan lokasi IUP berada di wilayah tangkap nelayan tradisional, merusak ekosistem laut, dan mendorong laju abrasi Pulau Rupat.

Kemudian yang kedua, lokasi IUP berada di wilayah Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) dan Kawasan Strategis Kawasan Pariwisata Kabupaten, dan yang ketiga, penerbitan IUP dilakukan atas dokumen analisis mengenai dampak lingkungan hidup (Amdal) dan Izin Lingkungan yang sudah kedaluwarsa.

“Pada Januari 2022, Syamsuar, Gubernur Riau sangat bernyali bersurat dan meminta Menteri ESDM untuk mencabut IUP PT Logomas Utama dengan alasan melindungi laut, kehidupan nelayan, dan mencegah laju abrasi. Alasan lainnya, ia menyebut tidak mempunyai kewenangan untuk mencabut IUP tersebut pasca UU No. 3/2020 tentang Perubahan UU Minerba," kata Boy Even Sembiring, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Riau.

Sikap tegas seperti ini, lanjut Boy, harus diulang oleh Gubernur Syamsuar. Karena pasca-terbitnya Perpres 55/2022 pada April 2022, Gubernur kembali mempunyai kewenangan untuk mencabut IUP tersebut. Menurut Boy, saat ini merupakan waktu bagi Syamsuar untuk menunjukkan nyalinya lagi.

Selanjutnya pada 13 Februari 2022, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melakukan penangkapan terhadap kapal yang disewa oleh PT LMU untuk melakukan penambangan di perairan Pulau Rupat. KKP menyatakan bahwa PT LMU tidak memiliki izin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL), sehingga aktivitasnya harus dihentikan sementara.

Pada 17-18 Februari 2022 KKP kembali ke Pulau Rupat untuk melakukan investigasi dalam rangka pencarian bukti adanya perusakan ekosistem laut serta berkurangnya penghasilan nelayan akibat adanya tambang pasir oleh PT LMU. Bukti tersebut memperkuat alasan kenapa IUP PT Logomas Utama tidak boleh beroperasi di sana.

Namun, sampai hari ini KKP tidak kunjung menunjukkan hasil investigasi tersebut, sehingga perjuangan untuk menuntut pencabutan IUP PT L MU masih harus terus dilakukan.

Pada kurun waktu yang sama, Walhi Riau melakukan pertemuan dengan masyarakat nelayan Desa Suka Damai dan Desa Titi Akar. Pada pertemuan itu seluruh warga yang hadir sama-sama sepakat untuk menolak keberadaan PT LMU atau perusahaan tambang pasir laut lainnya.

Langkah selanjutnya, beberapa kelompok nelayan dari kedua desa mengirim surat ke Presiden Jokowi agar membela kepentingan para nelayan, salah satunya dengan mendorong pencabutan IUP PT LMU. Surat tersebut dikirim ke berbagai pihak melalui Kantor Eksekutif Nasional Walhi Riau pada 18 April 2022. Setelah itu, nelayan Rupat mengadakan konferensi pers untuk mengumumkan pengiriman surat tersebut ke publik.

Setelah lebih dari dua bulan surat itu dikirim, Presiden dan para menteri yang menerima surat dari nelayan Rupat belum juga memberikan jawaban/tanggapan. Masyarakat pun semakin khawatir dengan kesimpang-siuran status perusahaan tambang tersebut di Pulau Rupat.

Akhirnya masyarakat mengadakan kunjungan ke Istana Kepresidenan dan beberapa kantor kementerian dan lembaga untuk mendengar langsung jawaban atas permintaan para nelayan Pulau Rupat agar Presiden mencabut Izin Usaha Pertambangan PT Logomas Utama.

Namun bukannya merespon tuntutan tersebut, Presiden malah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut yang memberikan izin ekspor pasir laut. Peraturan ini jelas akan memperparah kondisi laut yang akan dibebani oleh perizinan tambang pasir laut dan mengganggu penghidupan para nelayan tradisional.

Di sisi lain, persoalan izin tambang pasir laut di Rupat saat ini sudah menjadi kewenangan Gubernur Riau berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2022. Perpres ini berisi tentang pendelegasian sebagian wewenang perizinan pertambangan mineral dan batu bara dari pemerintah pusat ke pemerintah provinsi.

Pasal 2 angka (1) menyebutkan pendelegasian meliputi: (a) Pemberian Sertifikat standar dan izin; (b) Pembinaan atas pelaksanaan Perizinan Berusaha yang didelegasikan; dan (c) Pengawasan atas pelak sanaan Perizinan Berusaha yang didelegasikan. Kriteria IUP yang berada di bawah kewenangan gubernur adalah penanaman modal dalam negeri untuk komoditas: (1) mineral bukan logam; (2) mineral bukan logam jenis tertentu; dan (3) batuan yang berada dalam 1 (satu) daerah provinsi atau wilayah laut sampai dengan 12 mil laut.

Pengawasan terhadap IUP yang berada di bawah kewenangan gubernur meliputi kaidah teknik pertambangan yang baik dan tata kelola pengusahaan pertambangan. Pasal 2 angka (7) dan (8) menyebutkan pengawasan dilakukan oleh inspektur tambang dan pejabat pengawas pertambangan yang selanjutnya dilaporkan kepada gubernur.

Dalam hal berdasarkan laporan hasil pengawasan terdapat pelanggaran atas kaidah teknik pertambangan yang baik dan tata kelola pengusahaan pertambangan, gubernur wajib menindaklanjuti dalam bentuk pembinaan atau pemberian sanksi administratif.

Tokoh masyarakat, Azlaini Agus mengatakan, Sebagai Gubernur, Syamsuar di sisa jabatannya harus masuk ke urusan lebih besar. Seperti urusan pencabutan IUP Logomas Utama yg mengancam hajat hidup orang banyak di Pulau Rupat. Pencabutan IUP juga harus disertai dengan komitmen di akhir jabatannya tidak menerbitkan izin pertambangan pasir laut. Sebab Dampak kerusakan tambang pasir laut lebih besar dampaknya dibanding pandapatan asli daerah (PAD) dan manfaatnya bagi masyarakat.

"Jadi kita tidak hanya minta dicabut izin PT Logomas Utama, tapi juga tidak menerbitkan izin tambang pasir laut di Riau dengan alasan apapun termasuk untuk pendalaman pasir laut," kata Azlaini.

Mengingat jabatan Gubernur Riau yang akan segera selesai pada bulan ini, maka nelayan Desa Suka Damai akan melakukan aksi damai pada Selasa, 5 September 2023, di depan Kantor Gubernur Riau untuk menuntut pencabutan IUP PT LMU dan tidak memberikan izin tambang pasir laut di Riau dengan alasan apapun. Ratusan massa dari Solidaritas Jaga Pulau Rupat juga akan ikut dalam aksi ini sampai tuntutan tersebut dipenuhi.