Untung Rugi 20 Persen Minyak Sawit

Penulis : Redaksi Betahita

Sawit

Jumat, 10 Agustus 2018

Editor : Redaksi Betahita

Betahita.id – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengatakan minyak sawit (biodisel) mulai 1 September 2018 akan dicampur dengan semua jenis solar. Program mandatory biodiesel 20 persen (B20) yang sekarang sudah dijalankan akan ditingkatkan menjadi biodiesel 30 persen (B30). Rencananya, penggunaan B30 akan dipercepat pada 2019 di mana sebelumnya, program tersebut akan diberlakukan pada 2020.

Terkait hal itu, Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia atau Aptrindo menyatakan menolak implementasi biodiesel campuran solar dengan minyak kelapa sawit 30 persen tersebut. Menurut Wakil Ketua Aptrindo Bidang Distribusi dan Logistik, Kyatmaja Lookman, ada beberapa kelemahan B30 yang semestinya dibahas lebih dalam oleh pemerintah.

“Ini akan lebih boros. Sekitar 3 persenan, itu pun B20. B30 pasti lebih boros. Kedua, maintenance di kendaraan. Misalnya dengan pakai biosolar, kita harus menambahkan komponen-komponen lagi di mesin-mesin yang sudah kita punya,” kata Kyat di Menteng, Rabu Juli lalu.

Menurutnya dengan pencampuran kelapa sawit sebesar 30 persen dengan solar, perusahan kelapa sawit akan lebih diuntungkan. Sedangkan pengusaha truk akan lebih banyak menelan kerugian.

Aktivitas petani di kebun sawit./Foto: Betahita.id

“Perusahaan CPO pasti lebih meningkat penggunaannya, jadi lebih happy. Pemerintah lebih bisa menghemat anggaran. Tapi kalau dari sisi pengusaha truk. Kita akan merasakan dampak langsungnya yakni pemborosan BBM dan maintenance,” katanya.

Kyat menambahkan, implementasi B20 hingga kini masih belum diketahui hasilnya. Sementara, ada sekitar 6 juta kendaraan truk di Indonesia. Ia berharap adanya mitigasi terkait kekurangan B30.

“Konsumsi biosolar paling banyak itu truk. Jangan seakan-akan menguntungkan pihak tertentu tapi merugikan pihak yang lain. Misalnya saya garis bawahi. Kalau petani sawit 7 juta, kita juga 6 juta truk, sopirnya bisa lebih dari itu,” katanya.

“Otomotif juga bisa diuntungkan, misalnya dengan meng-upgrade kendaraan,” lanjutnya.

Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (APTRINDO) Kyatmaja Lookman mengatakan sudah melakukan uji coba B20 pada truk. Hasilnya justru terjadi masalah pada mesin. Ini karena ada endapan pada pipa sehingga merusak mesin.

Kedua, ada pemboroan bahan bakar. Saat diuji dari Jakarta hingga Surabaya yang biasanya menghabiskan 200 liter bahan bakar. Dengan B20 itu bisa 230 hingga 260 liter. Kondisi ini dikhawatirkan akan menambah emisi dan menghabiskan subsidi.

Masalah ketiga adalah kendaraan yang menggunakan biodiesel tidak lolos dalam uji kendaraan (kir). Untuk lolos uji KIR, kendaraan harus terlebih dulu menggunakan Pertadex.

Atas dasar itu, Kyatmaja menolak adanya penerapan biodesel. "Posisi kami saat ini menolak implementasi ini, kecuali ada terobosan dari pemerintah untuk memitigasi masalah itu. Apalagi kami sudah mencoba hingga ratusan ribu kilo," kata di Jakarta, Rabu (25/7).

Anggota Kompartemen Lingkungan dan Industri Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Ketut Suciarta juga mempertanyakan penerapan B30. Salah satu kekhawatirannya adalah jika kebijakan itu diterapkan bagaimana nasib B20.

Jika B20 dihilangkan, maka akan berdampak pada mesin kendaraan dan harus ada perlakukan khusus. "Jangan sampai B20 hilang ketika B30 hadir, mobil lama pada mogok, ini penting,” kata Ketut.

Kekhawatiran lainnya dari Ketut adalah harga minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) yang mengikuti harga dunia. Jika harga CPO naik dikhawatirkan Indonesia akan melakukan ekspor. Ujungnya stok akan  terbatas. Jadi pemerintah harus memastikan ketahanan pasokan ke produsen CPO.

Staf Ahli Bidang Ekonomi Sumber Daya Alam Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan pasokan CPO cukup, bahkan berlebih. Saat ini kapasitas pabrik mencapai 12 juta kiloliter setahun. Adapun jika B30 diterapkan hanya menyerap 9 juta kiloliter. Ini mengacu konsumsi Solar yang mencapai 32 juta KL dalam setahun.

Sementara mengenai masalah harga, Dadan mengatakan pemerintah sudah menetapkan regulasinya. "Jadi kalau tiba-tiba harga naik itu dijamin tidak akan ada Staf Ahli Bidang Ekonomi Sumber Daya Alamperubahan,” ungkapnya.

Adapun masalah tidak lolos uji KIR menurut Dadan itu baru mengetahuinya. Justru menurutnya dengan menggunakan biodiesel bisa lolos uji KIR, walaupun memang ada beberapa mesin kendaraan yang tidak cocok.

Kementerian ESDM juga sudah melakukan uji coba dengan menggandeng beberapa pihak. “Uji yang dilakukan ITB dan Toyota, konfirmasinya semuanya membaik,” tutur Dadan.