Perkara Gugatan Perdata Satwa, Walhi Ajukan Banding ke PT Medan

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Hukum

Jumat, 05 November 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Selasa, 2 November 2021 kemarin, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Padang Sidimpuan memutuskan menolak gugatan perdata satwa, nomor 9/Pdt.G/LH/2021/PN Psp, yang diajukan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatera Utara (Sumut). Inti alasannya, karena perbuatan Tergugat PT Nuanasa Alam Nusantara (NAN), yang memelihara satwa dilindungi, termasuk orangutan sumatera (Pongo abelli), sah secara hukum.

Walhi Sumut sebagai Penggugat, berpikir berbeda. Perbuatan Tergugat itu harusnya termasuk perbuatan melawan hukum, karena memelihara satwa dilindungi tanpa izin. Walhasil Walhi Sumut memutuskan akan mengajukan upaya hukum Banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Medan.

"Terhadap putusan ini, Walhi Sumatera Utara akan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Sumatera Utara, karena jelas apa yang dipertimbangkan oleh Majelis Hakim tingkat pertama mengandung kekeliruan yang nyata, salah satunya adalah melegalkan tindakan ilegal yang dilakukan oleh PT NAN," kata Doni, Latuparisa, Direktur Eksekutif Daerah Walhi Sumut, Jumat (5/11/2021).

Doni Latuparisa mengatakan, rasionalisasi hakim yang menyatakan bahwa tindakan yang dilakukan oleh perusahaan semata-mata hanya ingin menyelamatkan satwa dari kepunahan, jelas keliru. Karena PT NAN bukan merupakan lembaga konservasi maupun pusat rehabilitasi yang memiliki otoritas atau wewenang untuk melakukan tindakan penyelamatan spesies yang dilindungi. Apalagi saat memelihara orangutan, komodo dan satwa dilindungi lainnya, PT NAN tidak memiliki Izin Lembaga Konservasi.

Orangutan Sumatera, salah satu spesies Critically Endangered difoto di kebun binatang milik PT Nuansa Alam Nusantara sebelum disita tahun 2019./Foto: Walhi Sumatera Utara

"Walhi Sumut dan LBH Medan menilai logika yang telah disampaikan oleh hakim telah keliru dalam memaknai tindakan yang dilakukan oleh korporasi. Melihat sejak tahun 2017 hingga tahun 2019. PT Nuansa Alam Nusantara telah nyata memelihara satwa dilindungi dan memisahkan satwa dengan ruang habitatnya tanpa Izin Lembaga Konservasi serta melakukan aktivitas dengan membuka wisata rekreasi kebun binatang secara komersil," kata Doni, Jumat (5/11/2021).

Dalam Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya telah jelas menyatakan bahwa setiap orang dilarang untuk menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup. Melihat aktivitas yang dilakukan oleh PT NAN tentunya tindakan ini sangat bertentangan dengan isi amanat UU Nomor 5 Tahun 1990. Terlebih lagi UU Nomor 32 Tahun 2009 menjelaskan bahwa mereka yang sangat merusak lingkungan bertanggung jawab untuk memperbaikinya.

"Mereka yang merusak lingkungan kita harus bertanggung jawab untuk memperbaiki kerusakan itu. Pengadilan di Indonesia dan global telah mengakui hal ini dalam kasus polusi, kasus deforestasi dan kasus kesehatan masyarakat. Mereka juga akan segera mengenali ini dalam kasus perdagangan satwa liar ilegal."

Menurut Doni, Putusan Majelis Hakim PN Padang Sidimpuan dalam kasus ini tentunya memperpanjang rentetan catatan buruk bagi penegakan hukum di Indonesia, untuk melakukan perlindungan dan penyelamatan terhadap satwa yang terancam punah serta pemulihan lingkungan hidup. Melihat masifnya perburuan satwa, aktivitas jual-beli satwa, serta laju kerusakan lingkungan hidup semakin memperkuat posisi pelaku untuk lepas dari proses penegakan hukum.

Tentunya hal ini akan semakin memperparah kondisi ketimpangan struktur ekologis yang ada di Indonesia. Walhi Sumut dan LBH Medan melihat bahwa keputusan hakim bukanlah keputusan yang tepat. Oleh karena itu, perlu melakukan banding atas putusan yang telah diberikan oleh hakim saat ini.

Terpisah, Kuasa Hukum Walhi Sumut, Muhammad Alinafsiah Matondang menjelaskan, pihaknya sebagai pemohon Banding, atau Pembanding, punya waktu 14 hari untuk mengajukan permohonan ke PT Medan. 14 hari tersebut terhitung dari putusan perkara dibacakan oleh Majelis Hakim PN Padang Sidimpuan, pada 2 November 2021 kemarin. Dalam prosesnya, permohonan Banding itu akan diajukan melalui PN Padang Sidimpuan.

"Kita minta surat kuasa lagi. Karena surat kuasa kita sebelumnya hanya untuk peradilan tingkat pertama. Kemudian nanti surat kuasanya didaftarkan lagi ke pengadilan dan kita nyatakan banding. Kita nyatakan banding ke pengadilan tinggi melalui Pengadilan Negeri Padang Sidimpuan," kata Ali, Jumat (5/11/2021).

Setelah menyatakan Banding ke nanti, lanjut Ali, pihaknya akan segera menyerahkan Memori Banding yang berisikan dalil-dalil yang menjadi keberatan Penggugat atas putusan PN Padang Sidimpuan. Setelah menyerahkan Memori Banding, pihak pengadilan akan mengirimkan pemberitahuan kepada para pihak, Tergugat dan Turut Tergugat, bahwa pihak Penggugat mengajukan Banding.

Para Tergugat dan Tergugat yang kemudian disebut sebagai Terbandin dan Turut Terbanding, juga akan diberi kesempatan untuk menanggapi dalil-dalil yang menjadi keberatan pihak Walhi Sumut sebagai Pembanding.

"Setelah mereka (Terbanding dan Turut) menyerahkan jawaban mereka, Kontra Memori Banding, kita diberi kesempatan untuk membaca berkas. Mana tahu ada yang terlewat atau ada yang kurang, kita bisa koreksi."

Setelah berkas-berkas selesai diperiksa, lanjut Ali, dokumen-dokumen Memori Banding dan Kontra Memori Banding itu akan dikirimkan ke PT Medan, untuk selanjutnya Hakim PT Medan akan melakukan pemeriksaan perkara. Hasil putusan Banding nantinya disampaikan PT Medan melalui PN Padang Sidimpuan.

Ali menyebut dalam proses ini, ada peluang bagi pihak Pembanding untuk menyerahkan atau mengajukan berkas atau bukti baru, terutama apabila bukti baru tersebut sangat penting dan berpengaruh terhadap pokok perkara. Bahkan ada kemungkinan PT Medan memerintahkan untuk pemeriksaan ulang terhadap perkara gugatan perdata satwa ini, apabila bukti baru yang diajukan mempengaruhi putusan.

Terlepas dari hasil putusan Majelis Hakim PN Padang Sidimpuan terhadap perkara ini. Ali mendapati ada yang menarik dalam pertimbangan Majelis Hakim. Bahwa Majelis Hakim sudah menggunakan instrumen UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia sebagai pertimbangan, bahwa Walhi memiliki legal standing yang benar-benar pas. Hal ini menjadi penting, karena akan menjadi yurisprudensi dalam menghadapi kasus-kasus gugatan perdata satwa lainnya ke depannya nanti.

"Sebagai badan hukum yayasan yang memang diakui di Indonesia, yang bergerak di bidang pelestarian lingkungan, Walhi juga punya hak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang sehat. Artinya ada peningkatan kesadaran hakim bahwa persoalan hak lingkungan hidup yang sehat sebagai legal standing."

Selain itu, Majelis Hakim PN Padang Sidimpuan juga sependapat dengan Penggugat bahwa dalam kasus perkara gugatan perdata satwa ini pihak Tergugat PT NAN tidak dapat melakukan tuntutan balik. Sehingga dalam putusannya, Majelis Hakim juga menolak rekonvensi yang dilakukan PT NAN.

Seperti diketahui sebelumnya, dalam gugatan perbuatan melawan hukum tersebut, terdapat dua pihak yang dituntut. Yakni terhadap PT NAN sebagai pihak Tergugat dan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumut, sebagai Turut Tergugat.

Dalam kasus ini, PT NAN diketahui memelihara sejumlah hewan paling langka dan ikonik di Indonesia. Termasuk orangutan sumatera, komodo dan banyak spesies burung yang dilindungi seperti cendrawasih, kakatua dan kasuari. Secara keseluruhan, ada setidaknya 43 hewan dari 18 spesies, yang semuanya dilindungi undang-undang dan diperdagangkan secara ilegal dari alam liar.

Namun PT NAN sejak berdiri 2017 hingga bulan Juli 2019 tidak memiliki Izin Lembaga Konservasi dari menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sehingga secara hukum Tergugat tidak mempunyai hak untuk melakukan aktivitas terhadap tumbuhan dan satwa liar baik itu dalam bentuk Penguasaan maupun Pengusahaan.

Kemudian, Turut Tergugat merupakan organisasi pemerintah yang berwenang dalam melakukan penanggulangan dan pemulihan kerusakan lingkungan hidup sehingga patut, dan berdasarkan hukum yang benar jika biaya kerugian yang timbul akibat perbuatan melawan hukum Tergugat diserahkan kepada Turut Tergugat untuk melaksanakan pemulihan lingkungan.

Dalam perkara perdata satwa ini, Walhi memohon agar Majelis Hakim:

  1. Menghukum PT NAN untuk membiayai tindakan pemulihan berupa:
  • Perawatan/rehabilitasi 1 ekor orangutan selama 1 tahun serta pelepasliaran orangutan
  • Patroli tambahan untuk menjaga pemulihan populasi orangutan di alam liar serta monitoring saintifik untuk memastikan telah terjadi pemulihan pada populasi.
  • Penyelenggaraan pameran konservasi untuk mengganti nilai-nilai terkait kesejahteraan manusia yang hilang seperti nilai sains, simbol budaya dan nilai warisan untuk generasi penerus.
    Keseluruhan tindakan pemulihan tersebut dilakukan dengan biaya sejumlah total Rp712.296.845
  1. Menghukum PT NAN untuk menyerahkan biaya tindakan pemulihan lingkungan hidup tersebut kepada BBKSDA Sumut dengan secara tunai dan seketika sejak putusan hukum ini diucapkan.
  2. Memerintahkan BBKSDASumut untuk melakukan tindakan pemulihan yang diperlukan, dengan pembiayaan dari PT NAN.
  3. Memerintahkan BBKSDASumut untuk sedapat mungkin melibatkan publik termasuk organisasi masyarakat/lingkungan yang mempunyai kapasitas dalam pelaksanaan tindakan pemulihan tersebut.
  4. Memerintahkan PT NAN dan BBKSDAuntuk melaporkan kepada pengadilan dan kepada publik mengenai perkembangan tindakan pemulihan setiap 6 bulan sekali.
  5. Menghukum PT NAN untuk menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat luas melalui media massa Nasional minimal 3 Media selama 3 hari berturut-turut.
  6. Meletakkan Sita Jaminan (conservatoirbeslag) terhadap benda tidak bergerak milik PT NAN berupa sebidang tanah dan seluruh benda yang ada di atasnya yang terletak di Jl. Tobat Lingkungan 1, Gunung Tua, Kelurahan Gunung Tua, Kecamatan Padang Bolak, Kabupaten Padang Lawas Utara, Provinsi Sumatera Utara yang disebut dengan Kebun Binatang Nuansa Alam Nusantara.