Pemerintah Mukomuko Persoalkan Penjualan Limbah Sawit

Penulis : Tim Betahita

Sawit

Senin, 08 November 2021

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Dinas Penanaman Modal, Pelayanan Perizinan dan Tenaga Kerja Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu akan mempertanyakan legalitas pabrik minyak kelapa sawit di daerah ini yang diduga menjual cangkang sawit tanpa izin.

"Kami akan panggil pimpinan pabrik minyak kelapa sawit untuk mempertanyakan legalitasnya menjual cangkang sawit karena selama ini kami belum pernah mengeluarkan izin untuk itu," kata Pelaksana Tugas Kepala Dinas Penanaman Modal, Pelayanan Perizinan dan Tenaga Kerja Kabupaten Mukomuko Juni Kurniadiana di Mukomuko, seperti dikutip dari Antara.

Juni mengatakan hal itu guna menindaklanjuti hasil pemantauannya di seluruh pabrik minyak kelapa sawit di daerah ini yang diduga menjual cangkang sawit tanpa izin.

Pemerintah daerah akan mensosialisasikan aturan terkait dengan perizinan dan ketepatan dalam pemanfaatan izin agar mereka tetap melakukan aktivitas sesuai dengan izinnya.

Ilustrasi industri kelapa sawit. Foto: Istimewa

Juni menjelaskan, sepengetahuannya pabrik hanya memiliki izin mengolah tandan buah segar kelapa sawit menjadi minyak mentah kelapa sawit dan inti bukan menjual hasil ikutan sawit seperti cangkang sawit dan limbah sawit.

"Kalau alasannya izin yang diperolahnya sudah termasuk usaha lain seperti penjualan cangkang sawit dan limbah sawit, maka pandangannya salah karena ada izin perdagangan untuk menjual cangkang sawit," ujarnya.

Juni menyatakan, pabrik minyak kelapa sawit di daerah ini selain diduga menjual cangkang sawit dan limbah sawit padat kepada pihak ketiga lainnya.

Untuk itu, ia meminta kepada pabrik minyak kelapa sawit di daerah ini menghentikan aktivitas usahanya menjual cangkang sawit dan limbah padat sawit untuk bahan baku kosmetik dan sabun tanpa izin.

Juni menyatakan, instansi memiliki kewenangan mengeluarkan izin, melakukan pengawasan, dan pencabutan izin usaha pabrik minyak kelapa sawit yang melakukan aktivitas usaha lain tanpa izin.

Sementara itu, ia menyebutkan, sebanyak 14 pabrik minyak kelapa sawit yang tersebar di sejumlah wilayah daerah ini, dan sebagian besar diduga menjual cangkang sawit.

Persoalan Lain Limbah Sawit

Presiden Joko Widodo melalui Peraturan Pemerintah sudah mengeluarkan limbah sawit atau Spent Bleaching Earth (SBE) atau limbah padat yang dihasilkan industri pemurnian minyak goreng dari kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).

Ketentuan itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

PP Nomor 22 Tahun 2021 merupakan aturan turunan dari Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Berdasarkan lampiran 14 PP Nomor 22 Tahun 2021 disebutkan, jenis limbah sawit SBE masuk dalam daftar limbah non-B3 dengan kode limbah N108.

"Proses industri oleochemical dan/atau pengolahan minyak hewani atau nabati yang menghasilkan SBE hasil ekstraksi (SBE Ekstraksi) dengan kandungan minyak kurang dari atau sama dengan 3% (tiga persen)," demikian bunyi beleid dalam lampiran PP 22/2021 tersebut.

Padahal sebelumnya, di dalam PP Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan beracun disebutkan bahwa limbah sawit SBE yang bersumber dari proses industri oleochemical dan/atau pengolahan minyak hewani atau nabati masuk kategori limbah B3.

Dalam pembahasan pemberitaan sebelumnya, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup juga menyatakan bahwa limbah batu bara tak lagi masuk kategori limbah B3.

Berdasarkan lampiran 14 PP Nomor 22 Tahun 2021 disebutkan, jenis limbah batu bara yang dihapus dari kategori limbah B3 adalah fly ash dan bottom ash. Dengan catatan, dua jenis limbah itu bersumber dari proses pembakaran batu bara pada fasilitas pembangkitan listrik tenaga uap PLTU atau dari kegiatan lain yang menggunakan teknologi selain stocker boiler dan/atau tungku industri.

Pada bagian penjelasan Pasal 459 huruf C PP 22/2021 diatur fly ash dan bottom ash hasil pembakaran batu bara dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan kegiatan lainnya tak termasuk sebagai limbah B3, tetapi non-B3.

“Pemanfaatan Limbah non-B3 sebagai bahan baku yaitu pemanfaatan Limbah non-B3 khusus seperti fly ash batubara dari kegiatan PLTU dengan teknologi boiler minimal CFB (Ciraiating Fluidized Bed) dimanfaatkan sebagai bahan baku kontruksi pengganti semen pozzolan,” demikian tertulis dalam beleid itu.

Padahal sebelumnya, pada Pasal 54 Ayat 1 Huruf a PP Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan beracun disebutkan bahwa fly ash dari pembakaran batu bara pada kegiatan PLTU masuk kategori limbah B3.

"Contoh Pemanfaatan Limbah B3 sebagai substitusi bahan baku antara lain Pemanfaatan Limbah B3 fly ash dari proses pembakaran batu bara pada kegiatan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang dimanfaatkan sebagai substitusi bahan baku alumina silika pada industri semen," demikian jelas beleid tersebut.