Kecewanya Masyarakat Adat Moi pada Putusan Banding Gugatan PT PLA
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono
Hukum
Kamis, 24 Maret 2022
Editor : Sandy Indra Pratama
BETAHITA.ID - Majelis Hakim Pengadilai Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Makassar memilih untuk mengabulkan upaya hukum Banding yang diajukan PT Papua Lestari Abadi (PLA), dan membatalkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura Nomor: 32/G/2021/PTUN.JPR. tertanggal 7 Desember 2021. Putusan Banding Nomor 13/B/2022/PT.TUN.MKS itu ditetapkan pada 15 Maret 2022 kemarin.
Putusan PTTUN Makassar itu menimbulkan kekecewaan, terutama bagi Masyarakat Adat Moi. Sebab dalam memutuskan perkara itu Majelis Hakim PTTUN Makassar sepertinya tidak mempertimbangkan suara masyarakat adat yang tidak menginginkan keberadaan PT PLA di wilayah adatnya.
"Sangat disayangkan putusan PTTUN Makassar yang telah mengabulkan Banding PT PLA tanpa mempertimbangkan suara ataupun aspirasi Masyarakat Adat Moi di Kabupaten Sorong," keluh Ambo Klagilit, pemuda Suku Moi, Rabu (23/3/2022).
Ambo menjelaskan, pada Oktober 2021 lalu Masyarakat Adat Moi mengelar sidang adat, yang mana dalam sidang telah diputuskan bahwa masyarakat adat menolak perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Sorong dan mendukung kebijakan Bupati Sorong yang telah mencabut izin-izin kelapa sawit.
"Ini merupakan keputusan tertinggi Suku Moi yang seharusnya dihormati oleh semua pihak terlebih para Hakim PTTUN Makassar yang telah mengabulkan Banding PT PLA," tambah Ambo.
Ambo bilang, masyarakat adat melihat bahwa putusan Banding itu malah akan memperpanjang konflik Masyarakat Adat Moi dengan investor. Dengan kata lain putusan tersebut tidak memenuhi azas keadilan dan kemanfaatan hukum.
"Hakim PTTUN Makassar seharusnya menolak Banding PT PLA demi keselamatan ruang hidup Masyarakat Hukum Adat Moi."
Direktur Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, Franky Samperante menyebut, kalau dilihat dari isi putusannya, pertimbangan Majelis Hakim PTTUN diambil hanya didasarkan pada ketentuan peraturan Menteri Pertanian yang berkaitan dengan proses pemberian sanksi saja. Sementara fakta dan aspirasi masyarakat adat justru diabaikan.
"Kami tidak menemukan pertimbangan hakim terkait fakta dan suara permintaan masyarakat adat atas pencabutan izin. Kami harapkan Bupati dan tim hukumnya mengajukan Kasasi. Dalam Kasasi nanti kami berharap pemerintah pusat dan Komisi Judisial dapat memantau dan mengawasi," kata Franky, Rabu (23/3/2022).
Berdasarkan dokumen Putusan Nomor: 13/B/2022/PTTUN.MKS, Majelis Hakim memperoleh fakta yakni, penerbitan ketiga objek sengketa berupa pencabutan-pencabutan keputusan tidak didahului dengan peringatan, Penggugat/Pembanding sejak memperoleh Izin Usaha Perkebunan/objek sengketa III, tidak melakukan aktivitas penanaman yang secara rinci sebagai diuraikan pada Laporan Hasil Evaluasi Perizinan tertanggal 18 Februari 2021 pada bukti T-12.
Menurut Majelis Hakim, sejumlah peraturan perundang-undangan ternyata tidak mengatur secara khusus bentuk sanksi akibat tidak melakukan penanaman pasca-memperoleh Izin Usaha Perkebunan. Pasal 55 Peraturan Menteri Pertanian Nomor 98/Permentan/OT.140/9/2013 hanya mengatur secara umum bahwa izin yang melanggar peraturan perundangan wajib dicabut oleh pemberi izin.
Majelis Hakim juga menganggap, karena tidak ada aturan khusus yang mengatur pencabutan izin secara langsung, maka seharusnya Tergugat/Terbanding tidak langsung memberikan sanksi terberat berupa pencabutan izin namun terlebih dahulu memberikan teguran tertulis kepada Penggugat/Pembanding.
Meskipun dalam jawabannya, Tergugat/terbanding menyatakan telah memberikan teguran tertulis kepada Penggugat/Pembanding, namun hal ini tidak dibuktikan dalam persidangan.
Berikut ini bunyi Putusan Nomor: 13/B/2022/PTTUN.MKS
Mengadili:
- Menerima permohonan banding dari Penggugat/Pembanding
- Membatalkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jayapura Nomor: 32/G/2021/PTUN.Jpr. tanggal 7 Desember 2021 yang dimohonkan banding tersebut.
Mengadili Sendiri:
Dalam Eksepsi:
- Menolak Eksepsi Tergugat/Terbanding seluruhnya
Dalam Pokok Perkara:
- Mengabulkan gugatan Penggugat/Pembanding untuk seluruhnya
- Menyatakan batal keputusan-keputusan Tergugat/Terbanding:
1. Keputusan Bupati Sorong Nomor: 525/KEP.58/IV/Tahun 2021 tentang Pencabutan Keputusan Bupati Sorong Nomor: 163 Tahun 2011 tentang Pemberian Izin Lokasi untuk Keperluan Usaha Perkebunan Kelapa Sawit PT PAPUA LESTARI ABADI di Kampung Waimun Distrik Segun, Kabupaten Sorong, tanggal 27 April 2021 (Objek Sengketa I)
2. Keputusan Bupati Sorong Nomor: 525/KEP.57/IV/Tahun 2021 tentang Pencabutan Keputusan Bupati Sorong Nomor: 268 Tahun 2009 tentang Kelayakan Lingkungan Kegiatan Perkebunan dan Pabrik Kelapa Sawit di Kabupaten Sorong Provinsi Papua Barat oleh PT PAPUA LESTARI ABADI, tanggal 27 April 2021 sebagai (Objek Sengketa II)
3. Keputusan Bupati Sorong Nomor: 525/KEP.65/IV/Tahun 2021 tentang Pencabutan Keputusan Bupati Sorong Nomor: 503/529 tentang Izin Usaha Perkebunan (IUP) PT PAPUA LESTARI ABADI, tanggal 27 April 2021 sebagai (Objek Sengketa III) - Mewajibkan Tergugat/Terbanding mencabut:
1. Keputusan Bupati Sorong Nomor: 525/KEP.58/IV/Tahun 2021 tentang Pencabutan Keputusan Bupati Sorong Nomor: 163 Tahun 2011 tentang Pemberian Izin Lokasi untuk Keperluan Usaha Perkebunan Kelapa Sawit PT PAPUA LESTARI ABADI di Kampung Waimun Distrik Segun, Kabupaten Sorong, Tanggal 27 April 2021 (Objek Sengketa I)
2. Keputusan Bupati Sorong Nomor: 525/KEP.57/IV/Tahun 2021 tentang Pencabutan Keputusan Bupati Sorong Nomor: 268 Tahun 2009 tentang Kelayakan Lingkungan Kegiatan Perkebunan dan Pabrik Kelapa Sawit di Kabupaten Sorong Provinsi Papua Barat oleh PT PAPUA LESTARI ABADI, tanggal 27 April 2021 sebagai (Objek Sengketa II)
3. Keputusan Bupati Sorong Nomor: 525/KEP.65/IV/Tahun 2021 tentang Pencabutan Keputusan Bupati Sorong Nomor: 503/529 tentang Izin Usaha Perkebunan (IUP) PT PAPUA LESTARI ABADI, tanggal 27 April 2021 sebagai (Objek Sengketa III) - Menghukum Tergugat/Terbanding untuk membayar biaya perkara ini pada dua tingkat Pengadilan yang untuk tingkat banding ditetapkan sebesar Rp250.000