WHO: Industri Tembakau Rusak Lingkungan dan Kesehatan Manusia

Penulis : Kennial Laia

Lingkungan

Kamis, 02 Juni 2022

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan industri tembakau telah menyebabkan berbagai macam kerusakan lingkungan. Mulai dari penggundulan hutan, mengubah fungsi tanah dan air, menghasilkan sampah plastik dan kimia, serta melepaskan jutaan ton emisi karbon dioksida ke atmosfer.  

Setiap tahun, industri tembakau juga menelan lebih dari 8 juta nyawa di seluruh dunia. WHO menyerukan adanya langkah agar industri tersebut lebih bertanggung jawab atas kerusakan yang disebabkannya.

Setiap tahun industri tembakau menyebabkan kerugian di seluruh dunia. Di antaranya lebih dari 8 juta kematian, penebangan 600 juta pohon, dan penggunaan lahan seluas 200 ribu hektare. Proses manufakturnya memakai 22 miliar ton air dan menghasilkan 84 juta ton karbon dioksida (CO2).  

Mayoritas tembakau ditanam di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, di mana air dan lahan pertanian seringkali sangat dibutuhkan untuk menghasilkan makanan bagi wilayah tersebut. Sebaliknya, sumber daya tersebut digunakan untuk menanam tanaman tembakau yang mematikan. Sementara itu semakin banyak lahan yang dibuka di hutan.

Puntung rokok merupakan sampah yang paling banyak dihasilkan di dunia. Jika tidak dikelola dengan baik, puntung rokok dapat menyebabkan polusi plastik yang berbahaya bagi ekosistem laut dan meracuni air. Foto: Unsplash/Brian Yurasits

Dr Ruediger Krech, direktur promosi kesehatan WHO, mengatakan produk tembakau mengandung lebih dari 7.000 bahan kimia beracun, yang masuk ke lingkungan saat dibuang.

“Produk tembakau adalah barang yang paling banyak menghasilkan sampah di planet ini… Sekitar 4,5 triliun filter rokok mencemari lautan, sungai, trotoar kota, taman, tanah, dan pantai kita setiap tahun,” kata Dr Krech, Selasa, 31 Mei 2022.

Laporan WHO berjudul “Tobacco: Poisoning our planet” yang terbit Selasa menyoroti bahwa jejak karbon industri dari produksi, pemrosesan, dan pengangkutan tembakau setara dengan seperlima CO2 yang dihasilkan oleh industri penerbangan komersial setiap tahun, yang selanjutnya berkontribusi pada pemanasan global.

Produk seperti rokok, tembakau tanpa asap, dan rokok elektrik juga menambah penumpukan polusi plastik. Filter rokok mengandung mikroplastik dan merupakan bentuk polusi plastik tertinggi kedua di dunia.

Menurut WHO, terlepas dari klaim pemasaran industri tembakau, tidak ada bukti bahwa filter memiliki manfaat kesehatan yang terbukti. Organisasi tersebut meminta para pembuat kebijakan untuk memperlakukan filter rokok, seperti apa adanya, plastik sekali pakai, dan mempertimbangkan untuk melarang filter rokok untuk melindungi kesehatan masyarakat dan lingkungan.

Selain itu biaya membersihkan produk tembakau yang berserakan menjadi beban pembayar pajak, bukan industri yang menciptakan masalah. Setiap tahun, China menelan biaya sekitar 2,6 miliar dolar AS dan India sekitar 766 juta dolar AS. Biaya untuk Brasil dan Jerman mencapai lebih dari USD 200 juta.

Negara-negara seperti Prancis dan Spanyol dan kota-kota seperti San Francisco, California di Amerika Serikat telah mengambil sikap. Mereka memberlakukan Polluter Pays Principle, yang mewajibkan industri tembakau bertanggung jawab untuk membersihkan polusi yang diciptakannya. Regulasi ini telah berhasil diterapkan.

WHO mendesak negara dan kota lainnya di dunia untuk mengikuti contoh ini, serta memberikan dukungan kepada petani tembakau untuk beralih ke tanaman yang berkelanjutan. WHO juga mendorong pajak tembakau yang kuat (yang juga dapat mencakup pajak lingkungan) dan menawarkan layanan dukungan untuk membantu orang berhenti merokok.