Lautan Dunia Berubah Warna karena Kerusakan Iklim 

Penulis : Kennial Laia

Perubahan Iklim

Kamis, 20 Juli 2023

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Saat ini lautan dunia tengah mengalami perubahan warna. Para ilmuwan mengatakan fenomena ini disebabkan kerusakan iklim, yang dipicu oleh aktivitas manusia. 

Penelitian terbaru, yang dipublikasikan di jurnal Nature, menunjukkan bahwa lautan yang berwarna biru gelap menjadi semakin hijau dari waktu ke waktu. Wilayah di garis lintang rendah yang dekat dengan khatulistiwa adalah yang paling terpengaruh. 

“Penelitian ini bukan karena kami peduli dengan warna. Tetapi karena warna merupakan cerminan dari perubahan keadaan ekosistem,” kata BB Cael, ilmuwan di Pusat Oseanografi Nasional di Southampton dan penulis studi, dikutip Guardian

Penelitian sebelumnya berfokus pada perubahan kehijauan lautan – dari klorofil hijau di planktonnya – untuk mempelajari tren perubahan iklim. Namun selama 20 tahun, tim Cael meneliti pengamatan oleh satelit Modis-Aqua Nasa, gudang data yang lengkap, dan mencari pola perubahan rona lautan melalui spektrum warna yang lebih lengkap termasuk merah dan biru.

Ilustrasi pemanasan global sebabkan suhu air laut naik. (carbonbrief.org)

Menurut penelitian tersebut, plankton dengan ukuran berbeda menyebarkan cahaya secara berbeda, dan plankton dengan pigmen berbeda menyerap cahaya secara berbeda. Meneliti perubahan warna dapat memberi para ilmuwan gambaran yang lebih jelas tentang perubahan populasi plankton di seluruh dunia. Fitoplankton sangat penting bagi ekosistem laut karena merupakan dasar dari sebagian besar rantai makanannya.

Di studi ini, para peneliti membandingkan perubahan warna dengan hipotesis dari model komputer yang mensimulasikan rupa lautan jika pemanasan global akibat manusia tidak pernah terjadi. Hasilnya, peneliti menemukan perubahan yang jelas. 

“Kita memang mengalami perubahan warna yang secara signifikan muncul di hampir seluruh lautan tropis atau subtropis,” kata Cael.

Perubahan tersebut telah terdeteksi di lebih dari 56% lautan dunia, area yang lebih luas dari seluruh daratan di Bumi.

Cael mengatakan, di sebagian besar wilayah terdapat "efek penghijauan" yang jelas. Tetapi ada juga tempat di mana warna merah atau biru naik atau turun, tambahnya. 

“Ini bukan perubahan perusakan ekosistem yang ultra dan masif, mereka mungkin tidak kentara,” kata Cael. "Tapi ini memberi kita bukti tambahan bahwa aktivitas manusia kemungkinan besar memengaruhi sebagian besar biosfer global dengan cara yang belum dapat kita pahami," jelasnya. 

Michael J Behrenfeld, peneliti produktivitas laut di Oregon State University, yang tidak terlibat penelitian tersebut mengatakan, temuan tersebut secara tegas mendokumentasikan konsekuensi lain dari perubahan iklim. Namun yang belum jelas adalah seberapa kuat perubaha ini dan apa yang terjadi di dalam lautan yang mendorong fenomena ini. 

“Kemungkinan besar, tren yang terukur dikaitkan dengan banyak faktor yang berubah secara paralel,” kata Behrenfeld. Misalnya, potensi mikroplastik yang melimpah di lautan, yang seperti partikel lainnya meningkatkan hamburan cahaya.

“Jika kita mampu menjawab pertanyaan ini, kita dapat mulai memahami implikasi ekologis dan biogeokimia,” tambah Behrenfeld.

NASA akan meluncurkan misi satelit canggih pada Januari 2024 yang disebut Pace (plankton, aerosol, awan, ekosistem laut) yang juga akan mengukur ratusan warna di lautan, bukan segelintir, melanjutkan studi seperti ini lebih lanjut.

“Melanjutkan studi yang lebih bermakna tentang signifikansi ekologis dari perubahan ini adalah langkah selanjutnya,” kata Cael.