Bersiasat Membabat Hutan Lindung Lewat Revisi RTRW

Penulis : Supintri Yohar

OPINI

Selasa, 25 Juli 2023

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID -  Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) menjadi modus untuk membuka hutan lindung demi tambang. Paling tidak Revisi RTRW dua provinsi, Bengkulu dan Kalimantan Timur, menunjukkan modus ini, hutan lindung diturunkan statusnya hingga halal dibabat demi tambang.

Berpuluh tahun status hutan lindung mencegat niat perusahaan tambang mengeruk emas di Bukit Sanggul, Kabupaten Seluma, Provinsi Bengkulu. Hutan itu membentang seluas 74.152,51 hektar dan menjadi hulu 10 sungai besar yang membentuk Daerah Aliran Sungai (DAS). Benteng alam ini menjadi tumpuan sumber pengairan bagi 9.739 ha areal sawah di sekitarnya.

Bukit Sanggul menjadi bagian hutan lindung di Bengkulu dalam keputusan Menteri Kehutanan No 784 tahun 2012. Kawasan hutan ini terbagi dalam beberapa fungsi, yakni kawasan Suaka Alam dan Pelestarian alam seluas 462.965 ha, Hutan Lindung seluas 250.750 ha, Hutan Produksi Terbatas seluas 173.280 ha, Hutan Produksi Tetap seluas 25.873 ha, serta Hutan Produksi yang dapat dikonversi seluas 11.763 ha.

Pada 25 Mei 2023 lalu, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) justru meruntuhkan pertahanan status hutan ini. Mereka menurunkan status kawasan hutan lindung menjadi hutan produksi itu melalui SK No 533/MENLHK/SETJEN/PLA.2/5/2023 Tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Seluas Kurang Lebih 2.340 ha, Perubahan Antar Fungsi Kawasan Pokok Hutan Seluas 20.272 ha, dan Perubahan Dalam Fungsi Pokok Kawasan Hutan Seluas Kurang Lebih 221 ha Dalam Rangka Review RTRW Provinsi Bengkulu. 

Tampak dari ketinggian tutupan hutan alam di kawasan HL Bukit Sanggul./Foto: Genesis Bengkulu

Keputusan penurunan status kawasan ini tidak terjadi dalam sekejap, skema yang digunakan adalah perubahan RTRW. Pada 8 Januari 2019 lalu, Gubernur Bengkulu mengeluarkan Surat Gubernur Bengkulu, No 522/011 Tentang Usulan Perubahan Peruntukan dan Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Dalam Rangka Review Rencana Tata ruang wilayah provinsi Bengkulu.  

Usulan perubahan peruntukan dari kawasan hutan menjadi bukan hutan (Areal Peruntukan Lain/ APL) seluas 53.037,68 ha serta 15.225,46 ha untuk perubahan fungsi kawasan hutan. 

Dari 53.037,68 ha kawasan hutan yang diusulkan untuk dilepas, sebesar 68 persen merupakan kawasan hutan yang dibebani izin usaha pertambangan dan tumpang tindih dengan izin perkebunan. Usulan ini kemudian mendapat penolakan dan ditentang banyak pihak, karena dinilai dapat memicu kerusakan hutan, bencana  dan tidak adil kepada masyarakat.

Pasal 54 Peraturan Pemerintah No 23 tahun 2021, Tentang Penyelenggaraan Kehutanan menyebutkan perubahan peruntukan kawasan hutan dapat dilakukan secara parsial, atau dengan cakupan untuk wilayah provinsi. Usulan tersebut akan diawali dengan pengajuan dari pihak berkepentingan, kemudian disampaikan Gubernur kepada kementerian.

Setelah berproses panjang, melalui penyampaian surat usulan, antara lain,  Surat Gubernur Bengkulu nomor 522/011  tanggal 8 Januari 2019, Surat nomor 522/758  tanggal 17 Desember 2019, Surat nomor 522/328 tanggal 6 April 2020 dan Surat nomor 522/953 tanggal 5 Juli 2021, hal Usulan Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan dalam Rangka Review Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bengkulu. Serta Laporan Penelitian Terpadu Review Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bengkulu Nomor 001/Timdu-RTRWP tanggal 29 Maret 2023. 

Gayung bersambut, SK No 533/MENLHK/SETJEN/PLA.2/5/2023 yang dikeluarkan Menteri Kehutanan pun menyebutkan dalam lampirannya, penurunan status kawasan dilakukan demi ‘Peningkatan Iklim Investasi’. 

Paling tidak ada dua perusahaan tambang emas yang pernah memiliki konsesi di Hutan Lindung Bukit Sanggul, yakni PT Energi Swa Dinamika Mandiri (ESDM) dan PT Perisai Prima Utama. Keduanya tak dapat beroperasi karena status kawasan.  

Hasil tumpang susun dengan pemetaan Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), kawasan hutan yang mengalami perubahan fungsi, sebagian besar masuk dalam konsesi PT Energi Swa Dinamika Muda (PT ESDM). Perusahaan itu memegang izin pertambangan operasi produksi seluas 30.010 ha tambang emas.

Analisis peta tumpang susun izin di bukit sanggul, Kabupaten Seluma, Bengkulu. Sumber data: Auriga N

Dengan status hutan produksi memungkinkan PT ESDM melakukan pertambangan terbuka (open pit mining). Hutan pun sudah boleh dibabat, pintu deforestasi telah dibuka dengan surat keputusan itu. 

Penurunan kawasan ini menjadi kerugian besar bagi lingkungan mengingat Bukit Sanggul memiliki peran besar bagi ekosistem di Bengkulu. Kawasan hutan yang diubah merupakan salah satu habitat harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), tutupan hutannya pun masih baik. Berdasarkan analisis tutupan lahan yang dilakukan oleh Auriga Nusantara menyebutkan sebanyak 93 persen masih berupa hutan alam, terdiri dari 15.471 ha bertutupan hutan alam primer dan 2.946 ha tutupan hutan alam sekunder.  

Modus yang sama di Kaltim

Upaya menurunkan status hutan lindung melalui jalur perubahan RTRW juga terjadi di Kalimantan Timur (Kaltim). Usulan perubahan RTRW Provinsi Kaltim mengusulkan perubahan fungsi dan peruntukan kawasan hutan seluas 736.055 ha.

Hutan Lindung di Mahakam Ulu seluas 100.418 ha diusulkan turun status menjadi hutan produksi. Sedangkan analisis tumpang susun pemetaan dengan peta IUP Kementerian ESDM menunjukkan sebesar 56.329 ha dari luasan tersebut telah dibebani izin tambang batubara milik grup Adaro.

Padahal diketahui hutan tersebut memiliki fungsi yang penting bagi penyangga kehidupan, tangkapan air sekaligus hulu sungai di kawasan sekitarnya. Tak hanya itu, kawasan hutan lindung ini menjadi habitat badak sumatera di kalimantan (Dicerorhinus sumatrensis harrissoni), kantong 1.

Proses yang terjadi pun mirip dengan perubahan fungsi hutan lindung Bukit Sanggul di Bengkulu. Usulan perubahan ini diawali dengan usulan pemerintah provinsi, kemungkinan atas nama investasi. 

Namun usulan ini belum final karena masih menunggu rekomendasi tim terpadu dan keputusan menteri kehutanan. 

Ancaman hutan tersisa di provinsi lain

Berangkat proses penurunan status kawasan hutan lindung di Bengkulu dan Kaltim, potensi pembabatan hutan lindung juga membayangi provinsi hutan lain. Website Protaru milik Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (ATR/ BPN) menyebutkan 24 provinsi saat ini dalam proses revisi tata ruang.

Diantara proses tersebut terdapat beberapa provinsi kaya hutan, diantaranya Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Papua, hingga Riau. 

Memang perubahan tata ruang bukan hal haram untuk dilakukan. Namun seharusnya perubahan itu mengutamakan kepentingan rakyat, bukan korporasi, dan memperhatikan fungsi dan daya dukung lingkungannya.