Tujuh Spesies Terancam akibat Tambang Karst di Banggai Kepulauan

Penulis : Gilang Helindro

Konservasi

Kamis, 31 Agustus 2023

Editor : Raden Ariyo Wicaksono

BETAHITA.ID - Ekosistem karst di Banggai Kepulauan (Bangkep) menjadi habitat tujuh spesies endemik yang terancam punah, meliputi lima spesies burung, dua spesies mamalia. Jika izin dan proses penambangan karst atau batu gamping berlanjut dapat berdampak pada keragaman hayati di Pulau Peling, Bangkep.

Andi Faisal Alwi, Sulawesi Program Officer Burung Indonesia, menyebut penambangan kawasan karst atau batu gamping ini dapat berdampak pada habitat tujuh spesies endemik yang terancam punah. Termasuk di antaranya gagak banggai di Pulau Peling yang pernah dinyatakan punah oleh Lembaga internasional konservasi alam (International Union for Conservation of Nature/IUCN) ditemukan kembali keberadaannya pada 2007.

Dalam riset Burung Indonesia Oktober 2020 hingga Januari 2021, tujuh spesies terancam di Pulau Peling, Banggai Kepulauan, dengan jangkauan dan populasi terbatas di seluruh wilayah. 

Pertama, gagak banggai dari punah menjadi kritis/terancam punah (critically endangered/CR) pada 2007. Kedua, celepuk banggai berstatus rentan (vulnerable/VU). Ketiga, burung walik banggai berstatus rentan (vulnerable/VU). Keempat, tarsius pulau peleng berstatus genting (endangered/EN). Kelima, burung gosong sula berstatus rentan (vulnerable/VU). Keenam, burung mandar muka-biru berstatus rentan (vulnerable/VU). Ketujuh, kuskus beruang sulawesi berstatus berstatus rentan (vulnerable/VU).

Burung walik banggai, berstatus rentan menurut IUCN. Foto: eBird

“Selain gagak banggai, terdapat tarsius pelingenses dan celepuk peleng yang terancam karena habitat aslinya kian menyusut,” katanya, Rabu, 30 Agustus 2023.

Andi menyebut, tekanan dan ancamannya pertama deforestasi dan degradasi habitat dengan ekosistem karst yang rapuh. Populasi penduduk Pulau Peling dengan pemanfataan SDA yang tidak berkelanjutan dan terbatasnya luas daratan.

“Perubahan iklim telah dirasakan dengan meningkatnya kerentanan dan risiko bencana, seperti kelangkaan air dan ancaman kekeringan,” katanya.

Jemianto Maliko, Ketua AMAN Banggai Kepulauan menyatakan bahwa masyarakat adat telah mengalami penderitaan yang panjang akibat pemaksaan pembangunan yang tidak sesuai dengan kebutuhan Masyarakat Adat dan pengambilalihan hak atas wilayah adat, termasuk sumber daya alam di dalamnya.

“Ini realita yang dihadapi Masyarakat Adat setiap hari di sini,” ungkapnya.

Dari tahun ke tahun, masyarakat adat semakin tersingkir dari wilayah adatnya dan terkikis oleh investasi yang diberikan keleluasaan oleh negara. Mirisnya lagi, sebut Jemianto, masyarakat adat sering mendapat intimidasi, bahkan kriminalisasi ketika mempertahankan tanah leluhurnya.

Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Sulawesi Tengah, Muhammad Taufik, menjelaskan, 28 perusahaan tambang dalam negeri yang saat ini sedang mengurus izin usaha pertambangan batu gamping. Selain itu terdapat satu perusahaan tambang yang sudah memiliki izin operasi, namun belum melakukan kegiatan penambangan.

“Sebelum perusahaan ini beroperasi sebaiknya lakukan analisis lingkungan, saya lihat ini jelas akan merusak ruang hidup baik masyarakat adat maupun spesies yang ada,” katanya.

Taufik menegaskan, fungsi kawasan karst mempunyai peran vital bagi masyarakat setempat sebagai perlindungan terhadap tata air dan juga perlindungan keanekaragaman hayati.