Ini Beda Pasal Kriminalisasi Aktivis di Vietnam dan Indonesia

Penulis : Aryo Bhawono

Pejuang Lingkungan

Sabtu, 30 September 2023

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Vietnam kembali memenjarakan aktivis iklim negeri itu. Seperti di Indonesia, para enviromental defenders di Vietnam juga dikriminalkan lewat pasal. Bedanya, jika di sini pasal yang populer dipakai adalah pencemaran nama baik, di negeri itu pasalnya adalah penggelapan pajak. 

Pengadilan di Ho Chi Minh City menjatuhkan hukuman tiga tahun penjara kepada pendiri sekaligus Direktur Eksekutif Center for Hands-on Actions and Networking for Growth and Environment (Change), Haong Thi Minh Hong, atas pidana penghindaran pajak sebesar 275.000 dolar AS. 

Media pemerintah menyebutkan perkara ini berkaitan dengan pendapatan Change dari tahun 2012 hingga 2022. Hong mengakui dakwaan tersebut, tulis media itu. Ia dan keluarganya lantas membayar negara sebesar 3,5 miliar dong (145.000 dolar AS) untuk menerima keringanan hukuman.

Namun Direktur The 88 Project, Ben Swantonm yang terlibat advokasi HAM di Vietnam, tak mau percaya dengan hal itu. Ia menduga dugaan penghindaran pajak hanya dipakai untuk mempersekusi para aktivis iklim di negara itu. 

Poster kampanye hentikan kriminalisasi masyarakat sipil Indonesia. Foto: LBH Pers

Hong sendiri mendirikan Change untuk memobilisasi warga Vietnam, terutama kaum muda, untuk bersikap terhadap isu-isu lingkungan termasuk perubahan iklim, perdagangan satwa liar ilegal, dan polusi. Ia mendadak menutup kelompok tersebut tahun lalu setelah empat aktivis lingkungan dan hak asasi manusia dipenjara karena penggelapan pajak.

"Vonis ini adalah penipuan total, tidak ada yang boleh tertipu olehnya," kata Swanton seperti dikutip dari Guardian. 

Hong, perempuan berusia 50 tahun ini, merupakan pegiat lingkungan kelima yang dipenjara atas tuduhan penggelapan pajak dalam dua tahun terakhir karena pemerintah otoriter Vietnam meningkatkan tindakan keras terhadap para aktivis. Suaminya, Hoang Vinh Nam, mengungkap kekecewaan atas putusan yang dirasa terlalu berat itu. 

"Saya pikir itu tidak adil bagi Hong. Pengacara pembela telah melakukan yang terbaik tetapi argumennya tidak dipertimbangkan dengan baik," kata dia.

Karya Hong telah diakui dunia internasional. Ia bergabung dengan program Obama Foundation Scholars di New York pada tahun 2018 dan masuk dalam daftar 50 wanita Vietnam paling berpengaruh versi Forbes pada tahun 2019.

Ketika ia ditahan pada Mei lalu, Badan HAM PBB termasuk di antara banyak kelompok internasional yang menyuarakan keprihatinan. Mereka memperingatkan tentang efek buruk kriminalisasi melalui kasus pajak terhadap kelompokmasyarakat sipil.

Sedangkan pada awal bulan ini, polisi Hanoi menahan Direktur Vietnam Initiative for Energy Transition (Vietse), Ngo Thi To Nhien. Vietse merupakan lembaga pemikir kebijakan energi independen.

Nhien sendiri telah bekerja sama dengan Uni Eropa, Bank Dunia dan PBB, dilaporkan sedang menyusun rencana implementasi Kemitraan Transisi Energi Berkeadilan di Vietnam. Proyek ini didanai oleh G7 senilai 15 miliar dolar AS untuk membantu Vietnam melepaskan diri dari bahan bakar fosil. Hingga kini tidak ada informasi resmi mengenai tuduhan Nhien yang dipublikasikan.

Pada Juni lalu, pengacara lingkungan Vietnam, Dang Dinh Bach. dikriminalisasi dengan menggunakan pasal yang sama dan dijatuhi penjara 5 tahun. Bach merupakan Direktur Law and Policy of Sustainable Development Research Centre yang aktif berkampanye pengurangan Bach merupakan Direktur Law and Policy of Sustainable Development Research Centre. batu bara di negaranya.

Ia melakukan aksi protes terhadap kriminalisasi atas dirinya dengan melakukan mogok makan sejak 24 Mei 2023. Aksi ini akan dilakukan hingga bebas dari kriminalisasi.

Kriminalisasi Bach juga mendapat dikecam lembaga pembela lingkungan dan HAM di Indonesia. South East Asia Public Interest Lawyer (SEAPIL) dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), menyebut kriminalisasi ini meningkatkan ancaman terhadap kebebasan masyarakat sipil yang semakin meningkat di Asia Tenggara, tak terkecuali di Indonesia.

Dihubungi terpisah, Direktur Penegakan Hukum Auriga Nusantara, Roni Saputra, mengungkapkan kriminalisasi semacam itu terjadi di hampir seluruh negara yang memiliki sumber daya alam besar. Hanya saja di Vietnam, para pembela lingkungan langsung berhadapan dengan pemerintah. Bisnis dijalankan oleh negara di Vietnam. 

Sedangkan di Indonesia, pembela lingkungan dan pembela HAM lebih sering berhadapan dengan korporasi. Hanya saja keberpihakan pemerintah dan penegak hukum terhadap investasi seringkali menjerat pembela lingkungan pada kriminalisasi. 

“Ujungnya para pembela lingkungan di Indonesia juga menghadapi kriminalisasi walaupun polanya berbeda,” ucap dia.