Modus Pemburu TN Ujung Kulon: Pura-pura Ziarah di Sanghyang Sirah

Penulis : Aryo Bhawono

Satwa

Senin, 11 Desember 2023

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Balai Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) membongkar gubuk liar yang dibangun di sekitar situs wisata religi Sanghyang Sirah. Mereka curiga peziarahan merupakan salah satu kedok yang dipakai pemburu liar di TNUK. 

Pembongkaran ini dilakukan saat Balai TNUK melakukan sidak ke kawasan situs wisata religi Sanghyang Sirah, Kabupaten Pandeglang, yang terletak di dalam kawasan taman nasional. Kurang lebih delapan gubuk yang dibangun peziarah dibongkar oleh Tim TNUK.   

"Tidak boleh lagi mendirikan gubuk-gubuk, termasuk tidak boleh lagi adanya pengembara, pengembara ini orang-orang yang tinggal berbulan-bulan, kita semua suruh pulang," kata Kepala Balai TNUK Ardi Andono, seperti dikutip dari Detik pada Jumat (8/12/2023).

Sanghyang Sirah merupakan destinasi wisata religi yang sering dikunjungi peziarah dari berbagai daerah. Mereka yang datang seringkali bermukim hingga berbulan-bulan. Lokasinya cukup terbuka karena berada di dekat pesisir TNUK.  

Jerat yang ditemukan di Taman Nasional Ujung Kulon dengan diameter dan tinggi jerat mengindikasikan targetnya adalah badak jawa, atau setidaknya mamalia besar. Sumber: Auriga

Ardi mengatakan tempat itu seharusnya tak boleh sembarang dikunjungi karena masuk dalam kawasan TNUK. Pihak balai sendiri bakal memberlakukan penutupan akses ke Sanghyang Sirah.

Pembongkaran ini sendiri dimaksudkan untuk mencegah perburuan liar terhadap satwa endemik, badak Jawa (Rhinoceros sondaicus). Selain itu terdapat juga satwa dilindungi lainnya seperti Owa Jawa (Hylobates moloch), surili (Presbytis aigula), anjing hutan (Cuon alpinus javanicus), banteng (Bos javanicus), hingga rusa timor (Rusa timorensis).

"Tujuan (penutupan) untuk pemulihan ekosistem, mengembalikan area tersebut menjadi tidak terganggu oleh manusia dalam beberapa bulan sehingga satwa kembali ke habitat Sanghyang Sirah kemudian ke Bidur," katanya.

Namun Ardi belum bisa memastikan pemberlakuan penutupan. Ia akan berkomunikasi dengan juru kunci Sanghyang Sirah. Namun dirinya menghendaki kelak semua pengunjung, termasuk peziarah harus mendaftar dulu ke pihak balai. 

Selama ini kekhawatiran perburuan badak mengemuka karena ditemukannya alat jerat di TNUK. Menurutnya alat semacam ini biasa digunakan kelompok pemburu dari Lampung (Sumatera). 

Ardi pun curiga beberapa kelompok yang bermukim di Sanghyang Sirah terindikasi melakukan perburuan. 

"Jadi saya nggak yakin para pengembara itu tujuan mengheningkan diri di Sanghyang Sirah, dia ada tujuan tertentu," ungkapnya.

Terpisah, laporan Auriga Nusantara berjudul ‘Badak Jawa di Ujung Tanduk: Langkah Mundur Konservasi di Ujung Kulon’ menunjukkan gambar jerat yang pernah ditemukan di TNUK berukuran setinggi leher badak, atau setidaknya terhadap mamalia besar lainnya.

Penelusuran yang dilakukan Betahita atas laporan itu menunjukkan bahwa perburuan menggunakan jerat tidak dilakukan oleh warga di sekitar Ujung Kulon. Orang-orang tua di kampung itu biasanya melakukan perburuan dengan senapan locok (senjata api laras panjang rakitan) secara berkelompok. Perburuan badak sudah lama ditinggalkan oleh warga sekitar TNUK.

Namun berdasar kesaksian warga, kawasan TNUK sangat terbuka karena memiliki garis pantai panjang, baik dari Samudera Hindia maupun Selat Sunda. Beberapa orang bersenjata seringkali menampakkan diri di pulau-pulau sekitar Ujung Kulon yang masih masuk wilayah TNUK.