Cuan Pemilu 2024 dari Tambang Ilegal Harus Dibawa ke Pengadilan

Penulis : Aryo Bhawono

Hukum

Selasa, 19 Desember 2023

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan dugaan dana hasil tindak pidana, termasuk tambang ilegal, masuk sebagai sumber dana kampanye Pemilu 2024. Penegak hukum seharusnya menindaklanjuti temuan ini sesegera mungkin. 

PPATK mengungkap adanya dana tambang ilegal yang mengalir sebagai dana pemilu. Jumlah transaksi mencurigakan yang diendus PPATK terkait pemilu menyentuh triliunan rupiah. 

"Waktu itu pernah kita sampaikan indikasi dari illegal mining (tambang ilegal), dari macam-macam lah," kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana pada Jumat lalu (15/12/2023).

Ia menyebutkan temuan ini seiring dengan peningkatan masif transaksi keuangan mencurigakan terkait dengan pihak-pihak yang ikut dalam kontestasi pemilu 2023.

ilustrasi tambang ilegal. (eksplorasi.id)

Kepala Divisi Hukum dan Kebijakan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Muhammad Jamil, mengungkap selama ini aliran dana tambang ilegal di kampanye pemilu cenderung dibiarkan. Buktinya operasi tambang ilegal marak terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. 

Data Kementerian ESDM menyebutkan terdapat sekitar 2.700 lokasi tambang ilegal di Indonesia. Sekitar 2.600 di antaranya merupakan pertambangan mineral dan 96 sisanya pertambangan batubara. 

Tambang ilegal ini tersebar di 28 provinsi, di antaranya Jawa Timur sebanyak 649 titik, Sumatera Selatan 562 titik, Jawa Barat 300 titik, Jambi 178 titik, Nusa Tenggara Timur 159 titik, Banten 148 titik, Kalimantan Barat 84 titik, Sulawesi Tengah 12 titik, dan Kalimantan Timur sebanyak 168 titik.

“Maraknya operasi tambang ilegal, hingga dugaan mengalir ke partai politik dan kontestan Pemilu 2024 sesungguhnya disebabkan oleh absennya penegakan hukum," ujar Jamil. Penegakan hukum yang berjalan di tempat itu dipicu oleh tindakan aparat penegak hukum yang justru menjadi salah satu pemain penting di balik tambang ilegal.

Ia mencontohkan beberapa keterlibatan aparat dalam tindak kejahatan ini, seperti kasus yang menjerat Briptu Hasbudi di Sekatak Buji, Bulungan, Kaltara. Ia terlibat bisnis tambang emas ilegal. Kemudian ada anggota polisi yang diduga terlibat menambang timah illegal di Perairan Teluk Kelabat, Belinyu, Bangka. Lalu kasus anggota polisi yang diduga bermain tambang ilegal di Sungai Walanae, Kebo, Lilirilau, Soppeng, Sulsel.

Teranyar, keterlibatan aparat polisi dalam tambang ilegal dalam kasus Ismail Bolong. Ismail merupakan mantan anggota Sat Intelkam Polresta Samarinda yang terlibat penambangan ilegal di lahan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) milik PT Santan Batubara.

Selain itu, kata Jamil, data Jatam menyebutkan adanya dugaan keterlibatan petinggi negeri atau keluarganya dalam dugaan praktik tambang ilegal. Salah satu contohnya adalah tambang nikel di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara yang diduga tidak mengantongi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH). Perusahaan tambang nikel ini, menurut Jamil, diduga dimiliki bersama oleh anak pembesar negeri, anak petinggi penegak hukum, dan anak petinggi partai.    

Jamil menyebutkan latar dugaan tambang ilegal yang sedemikian panjang seharusnya membuat aparat penegak hukum menindaklanjuti temuan PPATK. Menurutnya jika temuan ini hanya dilaporkan kepada KPU dan Bawaslu tidak akan berdampak signifikan pada terputusnya aliran dana ilegal dalam Pemilu 2024.

“Hal ini diperparah dengan permasalahan dana kampanye dalam setiap pesta elektoral yang serba tertutup. Pada Pemilu Serentak 2019, misalnya, KPU mengeluh pelaporan dana kampanye sebagai formalitas belaka. Partai politik enggan melaporkan secara rinci terkait sumber, penggunaan dan pertanggungjawaban dana kampanye, terutama yang berasal dari perorangan maupun kelompok, perusahaan, dan/atau badan usaha non-pemerintah,” ucap dia. 

Direktur Penegakan Hukum Auriga Nusantara, Roni Saputra, menyebutkan Pasal 339 UU No 7 tahun 2017 Tentang Pemilu melarang partai politik menerima dana hasil tindak pidana yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Frasa ‘kekuatan hukum tetap’ ini berarti penindakan Pasal 339 UU Pemilu membutuhkan proses penindakan pidana. 

“Temuan PPATK ini clear sekali bagi penegak hukum. Tinggal bawa ke pengadilan dan lakukan dengan cepat karena perkara TPPU itu terdakwa yang harus membuktikan dan tak perlu mencari tindak pidana asal,” ucap dia. 

Makanya tindak lanjut penegak hukum, baik KPK, polisi, maupun jaksa, sangat penting untuk mencegat dugaan tindak pidana pencucian uang dalam pemilu, termasuk dari hasil tambang ilegal. Kecepatan penindakan akan menjadi bekal KPU dan Bawaslu menindaklanjuti Pasal 339 UU Pemilu.