BRIN Ingatkan Efek Buruk Proyek Infrastruktur Bagi Mangrove Bali

Penulis : Gilang Helindro

Lingkungan

Rabu, 24 Januari 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Masifnya pembangunan infrastruktur di Teluk Benoa, Bali, mengancam ekosistem mangrove. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menilai pembangunan infrastruktur itu berpotensi merusak dan mengganggu ekosistem mangrove.

Virni Arifanti, Peneliti Bidang Riset Ekologi dan Etnobiologi BRIN dalam kegiatan Bali Ocean Days mengatakan, pembangunan infratruktur seperti jembatan dan dermaga pelabuhan di Teluk Benoa, yang biasanya didahului dengan reklamasi, dikhawatirkan akan merusak ekosistem mangrove yang di berada sana.

"Tol Bali Mandara berpotensi berdampak negatif dengan kesehatan mangrove. Pembangunan infrastruktur itu biasanya ada dampaknya waktu mendatang," katanya dikutip Senin, 20 Januari 2024.

Virni menyebut, memang belum ada penelitian terkait potensi dampak buruk terhadap kelangsungan ekosistem mangrove dengan adanya infrastruktur jalan tol dan dermaga pelabuhan di Teluk Benoa. “Dampak buruknya pembangunan terhadap mangrove baru akan terlihat setelah puluhan tahun mendatang,” ungkap Virni.

Aksi penolakan rencana reklamasi Teluk Benoa, Agustus 2018. (Dok.ForBali)

Virni juga mencontohkan sejumlah ekosistem mangrove yang sudah mulai hilang di kawasan pantai utara pulau Jawa seperti di Demak dan Semarang. Ekosistem mangrove di kota-kota tersebut mulai terkikis karena pembangunan infrastruktur atau bangunan buatan manusia, sehingga akibatnya sering terjadi banjir rob di sana.

"Penelitiannya saya belum tahu, tapi memang berpotensi, di pantura Jawa contohnya, seperti Demak dan Semarang sudah mengalami erosi yang sangat dahsyat setelah puluhan tahun," ungkap Virni.

Ada dua usulan dalam mencegah rusaknya ekosistem mangrove di Teluk Benoa, saran Virni, kepada Pemerintah Provinsi Bali agar berhati-hati dalam mengeluarkan kebijakan pembangunan infrastruktur.

Pertama, harus memperhatikan kuantitas infrastruktur yang dibangun. Kedua, pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan berbasis keilmuan. Misalnya, Pemprov Bali perlu memperhatikan soal Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sebelum membangun infrastruktur apapun di Teluk Benoa.

"Jadi semua pembangunan harus ada kajian lingkungan. Walaupun kita butuh jalan dan pelabuhan, tapi kalau mau reklamasi atau apa harap hati-hati," ungkap Virni.

Direktur Walhi Bali, Made Krisna Dinata menyebut, pengaturan ruang wilayah pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) maupun regulasi seperti RZWP3K (Rencana Zonasi Wilayah Perairan dan Pulau-Pulau Kecil) yang selalu berubah-rubah dan tidak jelas telah menjadi salah satu faktor bencana di Bali. 

“Bahkan regulasi tersebut selalu menjadi bancakan dan legitimasi terhadap proyek- proyek yang merusak alam, seperti proyek reklamasi dan proyek predatoris lainnya,” kata Made Krisna Dinata, Senin, 22 Januari 2024. "Berbagai proyek tersebut menghancurkan daya dukung dan daya tampung Bali." 

Made Krisna menyebut, proyek lain yang penting disebut dalam hal ini adalah Tol Bali Mandara yang telah memberikan dampak buruk terhadap ekosistem mangrove di Tahura Ngurah Rai, Teluk Benoa. Dalam kurun waktu 9 tahun, ujarnya, telah terjadi peningkatan sedimentasi seluas 485,62 hektare yang mempengaruhi ekosistem di perairan Teluk Benoa. Di samping itu, pembangunan Jalan Tol Bali Mandara juga menerabas ekosistem mangrove sedikitnya 2 hektare.