Pemerintah Targetkan Sampah Plastik Laut Turun 70% pada 2025

Penulis : Gilang Helindro

Lingkungan

Senin, 26 Februari 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Sekitar delapan juta ton sampah plastik mencemari laut setiap tahunnya. Indonesia menargetkan penurunan sampah plastik laut sebesar 70 persen pada 2025.

Pemerintah Indonesia melalui Tim Koordinasi Nasional Penanganan Sampah Plastik (TKN PSL) meluncurkan kampanye Redefining Solutions on Plastic Pollution Towards Integrated Policy and Knowledge (RESIK). Kampanye ini didukung oleh Kedutaan Besar Kanada di Indonesia dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia.

Direktur Jenderal PSLB3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Rosa Vivien Ratnawati, mengundang partisipasi seluruh pemangku kepentingan dalam sosialisasi International Legally Binding Instrument (ILBI) on plastic pollution, including in the marine on Plastic Pollution untuk saling bertukar pemahaman, dan berbagi masukan dalam penanganan sampah. 

“Kami berharap semua pemangku kepentingan dapat bekerjasama dalam menyelesaikan pencemaran plastik karena masalah ini harus ditangani semua pihak,” kata Vivien, Jumat, 23 Februari 2024.

Batang Arau Bukan Tempat Sampah. Foto: Istimewa

Aretha Aprilia, Kepala Unit Lingkungan Hidup United Nations Development Programme (UNDP) Indonesia mengatakan dedikasi UNDP dalam mendukung penyelesaian pencemaran plastik, khususnya di laut. 

“Jumlah sampah di laut saat ini bisa mengisi satu juta lapangan sepak bola, karena itu realisasi ILBI on Plastic Pollution adalah suatu titik penting untuk mengatasi pencemaran sampah plastik,” ungkap Aretha.

Indonesia aktif terlibat dalam Intergovernmental Negotiating Committee INC yang sudah diadakan tiga kali. INC-4 akan diadakan di Kanada pada April 2024. “ILBI on Plastic Pollution ditargetkan selesai pada INC-5 di Korea Selatan yang akan diadakan di akhir tahun 2024,” ungkap Aretha. “Dalam pelaksanaan kampanye RESIK terdapat tiga program utama. Seperti Seminar dan Lokakarya, Kompetisi, dan Buku Pegangan Strategi Komunikasi Kampanye Resik. Stop pencemaran plastik dan jadikan Indonesia semakin Resik.”

Menurut data TKN PSL, jumlah sampah plastik di laut Indonesia sebanyak 398.000 ton pada 2022. Jumlah itu telah menurun 35,36 persen dibandingkan pada 2018.

Berdasarkan asalnya, sampah plastik laut dari daratan mengalami penurunan paling signifikan hingga 42,47 persen dalam lima tahun terakhir. Jumlahnya berkurang dari 538.182 ton pada 2018 menjadi 309.625 ton pada 2022.

Di sisi lain, sampah plastik yang berasal dari lautan justru meningkat pada periode yang sama. Pada 2018, sampah plastik dari laut sebanyak 77.000 ton. Jumlahnya lantas naik 14,77 persen menjadi 88.374 ton.

Muhammad Reza Cordova, peneliti pencemaran laut Pusat Riset Oseanografi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyebut, terkait sampah laut baru timbul lebih banyak setelah 20 tahun terakhir. “Sebelumnya, sampah dianggap hanya masalah estetika saja,” kata Reza. 

Namun, berawal 2018 lalu kata Reza, ditemukan Paus Sperma (Physeter macrocephalus) mati terdampar di Wakatobi, dengan ukuran panjang 9,5 meter dan lebar 437 cm. Setelah hasil identifikasi, isi perut paus berupa sampah plastik dengan total berat basah sampah adalah 5,9 kg. “Masalah plastik ini masalah ekologi, itu pertama,” ungkap Reza.

Kedua masalah kerugian ekonomi. Menurut data yang dihimpun, kata Reza negara mengalami kerugian sekitar 250 triliun rupiah setiap tahun, bahkan lebih besar dari anggaran kesehatan Indonesia. 

“Daripada mengalami kerugian akibat sampah, lebih baik dana sebanyak itu untuk meningkatkan infrastruktur dan fasilitas pengelolaan sampah,” ungkap Reza.

Berdasarkan data TKN PSL, ada 8 pencapaian fasilitas pengelolaan sampah 2018-2023.

  1. Peningkatan jumlah industri daur ulang plastik dari 217 pada tahun 2018 menjadi 254 pada tahun 2022 dengan kapasitas produksi mencapai 2.638.038 juta ton/tahun.
  2. Bank Sampah meningkat dari 7.000 unit pada tahun 2018 menjadi 25.000 unit pada tahun 2022. Sampah yang dikelola meningkat sebesar 43.000 ton dari 84.000 ton pada tahun 2018 menjadi 127.000 ton pada tahun 2022.
  3. Pembangunan 3 TPST di Denpasar yaitu TPST (Kesiman Kertalangu, Tahura, Padang) dengan kapasitas hingga 1.020 ton/hari
  4. Pembangunan sarana dan prasarana pengelolaan sampah di 16 Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) dan Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN).
  5. Pembangunan 331 TPS3R (Fasilitas Pengelolaan Sampah Umum Skala Kecamatan) pada tahun 2018-2022
  6. Pembangunan 3 TPST (Fasilitas Pengelolaan Sampah Daerah) berteknologi RDF di Kecamatan Cilacap dan Bantar Gebang, mampu menampung sampah hingga 2500 ton per hari.
  7. Pembangunan 1 infrastruktur pengolahan sampah menjadi energi (PSEL) di Surabaya.
  8. Lima pelabuhan perikanan telah menerapkan sertifikasi pengelolaan lingkungan internasional ISO 14001, yang menunjukkan pengelolaan limbah yang lebih baik di pelabuhan.

Menurut Reza, selain memiliki infrastruktur, kita perlu meningkatkan edukasi kepada masyarakat, baik itu mendorong untuk mengubah pola pikir dan paradigma. 

“Mengubah pola pikir dan paradigma, sebenarnya sudah dimulai dengan pengelolaan sampah berawal dari rumah, sehingga hanya sampah residu yang dikirim ke Tempat Pembuangan Akhir,” kata Reza. "Sehingga TPA hanya menampung sampah yang terdiri dari material yang tidak dibutuhkan lagi, baik untuk pengomposan maupun untuk didaur ulang."

Semua itu didukung oleh regulasi, dan juga perlu kerja sama secara global karena masalah sampah ini juga termasuk masalah global. Berdasarkan data BRIN, kurang lebih dari 615 ribu ton sampah pada 2018, berhasil diturunkan 359 ribu ton 2023. “Sekitar 41 persen Indonesia berhasil mengurangi sampah plastik di laut, itu kerja bersama,” kata Reza.

Dari sepuluh jenis sampah plastik yang ditemukan, ada satu jenis sampah plastik yang perlu diperhatikan. “Jenis sampah ini perlu dibawa pada Komite Negosiasi antar Negara atau INC nanti yaitu sampah puntung rokok, ini sangat perlu diperhatikan,” ungkap Reza.

Catatannya menurut Reza, perlu ditetapkan data dasar dari target 70 persen penurunan sampah pada 2025. Reza menyarankan beberapa solusi jangka pendek dan jangka panjang yang dapat dilakukan untuk menanggulangi sampah laut. Di antaranya adalah penanganan sampah yang berasal dari laut dan darat, perubahan pola pikir, menguatkan kelembagaan dan pendanaan, serta meningkatkan pengembangan dan riset.